
KPK menemukan uang tunai Rp 2,8 miliar saat menggeledah rumah Kadis PUPR Sumatra Utara (Sumut), Topan Ginting, di Medan, Sumut. Topan adalah salah satu tersangka kasus dugaan korupsi proyek jalan di Sumut.
Gubernur Sumut Bobby Nasution merespons hasil temuan KPK tersebut.
“Ya, kalau itu saya enggak tahu. Makelar kasus, apa lagi,” kata Bobby saat ditemui di Kantor Gubernur Sumatera Utara, Kamis (3/7).
Sedangkan terkait temuan senjata api di rumah yang sama, Bobby mengaitkannya dengan jabatan Topan sebagai Ketua Persatuan Menembak Sasaran dan Berburu Indonesia (Perbakin) Medan.
“Dan setahu saya, Ketua Perbakin Sumut dulu Pak Pangdam, itu Ketua Perbakin Medan, itu nunjuk (ditunjuk) Pak Topan setahu saya,” sambungnya.
Terkait jumlah senjata api yang berada di rumah Topan, Bobby mengaku tidak tahu secara rinci.
“Tapi kalau kepemilikan senjata ada berapa itu saya gak tahu,” kata dia.
Temuan KPK

Uang tunai Rp 2,8 miliar dan dua senjata api ditemukan KPK saat menggeledah rumah Topan di Perumahan Royal Sumatera Cluster Topaz, Jalan Jamin Ginting, Kota Medan, pada Rabu (2/7) kemarin.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo menjelaskan bahwa uang itu diduga merupakan hasil korupsi proyek-proyek jalan yang sudah dilakukan di Sumut.
“KPK menemukan sejumlah Rp 2,8 miliar tunai yang ditemukan di lokasi di mana uang tersebut diduga terkait dengan korupsi dari proyek-proyek yang sudah dilakukan,” ujar Budi di gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada Kamis (3/7).
Budi menjelaskan bahwa penemuan uang-uang itu akan menjadi pintu dari pengusutan korupsi lainnya yang belum diketahui KPK.

“Semuanya masih didalami, sehingga memang di awal kami sampaikan bahwa kita tidak berhenti dari perkara-perkara ataupun proyek-proyek yang kita sampaikan yang terkait dengan kegiatan tangkap tangan,” ucap dia.
Sementara senjata api yang disita KPK berjenis Baretta dan senapan angin. KPK akan berkoordinasi dengan polisi untuk mencari tahu asal senjata tersebut.
Kasus Jalan di Sumut

Kasus ini terungkap saat KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Mandailing Natal, Sumut, pada Kamis (26/6) kemarin. OTT ini terkait dengan dua perkara berbeda.
Pertama, terkait proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara. Kedua, terkait proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumatera Utara. Nilai kedua proyek itu sebesar Rp 231,8 miliar.
Dalam perkara ini, KPK telah menjerat lima orang sebagai tersangka, yang terdiri dari tiga orang sebagai tersangka penerima suap dan dua orang tersangka pemberi suap.
Untuk tersangka penerima suap yakni:
Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting;
Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, Rasuli Efendi Siregar; dan
PPK Satker PJN Wilayah 1 Provinsi Sumatera Utara, Heliyanto.
Sementara, untuk tersangka pemberi suap yakni:
Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar; dan
Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang.
Diduga kasus korupsi ini terjadi dengan Akhirun dan Rayhan selaku pihak swasta berharap mendapatkan proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan Satker PJN Wilayah 1 Sumut dengan memberikan sejumlah uang sebagai uang suap kepada Topan, Rasuli, dan Heliyanto.

Topan, Rasuli, dan Heliyanto kemudian diduga melakukan proses pengaturan lewat e-katalog agar perusahaan yang dipimpin oleh Akhirun dan Rayhan ditunjuk sebagai pemenang lelang proyek.
Dalam kegiatan OTT ini, KPK mengamankan sebanyak enam orang serta uang tunai sebesar Rp 231 juta yang merupakan bagian dari uang Rp 2 miliar yang diduga akan dibagi-bagikan oleh Akhirun dan Rayhan.
Atas perbuatannya, Topan, Rasuli, dan Heliyanto dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Akhirun dan Rayhan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Para tersangka belum memberikan keterangan soal kasus tersebut.
Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menghormati proses hukum yang sedang dilakukan KPK. Dia pun mengaku siap apabila diminta KPK untuk memberikan keterangan terkait korupsi proyek pembangunan jalan di daerahnya.