DOSEN Hubungan Internasional Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang Ady Muzwardi menilai rencana Presiden Prabowo Subianto menyediakan Rumah Sakit Khusus Indonesia (RSKI) di Pulau Galang bagi warga Gaza, Palestina sarat dengan kepentingan politik dan berpotensi menjadi ajang pencitraan.
Menurut Ady, dari perspektif hubungan internasional, kebijakan tersebut tidak memberikan keuntungan signifikan bagi Indonesia, baik dari sisi ekonomi maupun pertahanan-keamanan. Ia melihat langkah ini lebih sebagai strategi politik luar negeri yang mirip dengan gaya pemerintahan Sukarno dan Soeharto, di mana fokus politik luar negeri ditonjolkan saat kondisi ekonomi dalam negeri sedang lesu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Yang kita khawatirkan, penyediaan RSKI untuk masyarakat Gaza ini hanya pencitraan. Urgensinya apa? Dampaknya bagi masyarakat lokal di sekitar Pulau Galang juga belum jelas,” ujar Ady saat diwawancarai pada Senin, 11 Agustus 2025.
Ady mempertanyakan transparansi proses, mulai dari relokasi, pendanaan, hingga program yang akan dijalankan. Ia menyoroti kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mengalami defisit, serta utang yang membengkak.
“Kalau dananya dari APBN yang sedang boncos, tentu jadi beban. Kecuali pendanaan dari Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), bank-bank Islam, atau negara-negara Timur Tengah,” kata dia.
Namun, Ady juga mengingatkan adanya kemungkinan agenda tersembunyi dari pihak luar. Menurutnya, negara-negara Timur Tengah sering menjalankan politik praktis melalui negara lain demi menghindari konflik langsung dengan Amerika Serikat atau Israel.
“Bisa saja ini permainan politik negara Timur Tengah. Mereka membiayai program kemanusiaan di negara lain agar tidak membawa nama mereka, ditengah kondisi geopolitik bergejolak didalamnya,” ujar dia.
Ady bahkan menyinggung kemungkinan keterlibatan Israel dan Amerika Serikat. Ia menilai, bukan tidak mungkin rencana relokasi ini terkait strategi Israel untuk mengosongkan Gaza, yang juga didukung oleh Presiden AS Donald Trump.
“Ini masalah kompleks, banyak pemain. Bisa agenda Israel, agenda negara Timur Tengah, atau memang murni Prabowo. Tapi saya pikir kecil kemungkinan ini murni dari Prabowo, karena enggak ada urgensinya kebijakan ini,” ujarnya.
Ia juga menyoroti proses pengambilan kebijakan luar negeri yang terkesan sentralistis di tangan presiden. Menurut Ady, idealnya kebijakan luar negeri berawal dari kajian dan koordinasi Kementerian Luar Negeri bersama kementerian teknis terkait, sebelum diambil keputusan di tingkat presiden.
“Kalau semua langsung diputuskan presiden tanpa proses komprehensif, kebijakan berisiko tidak berjalan atau dibatalkan di tengah jalan akan semakin sering terjadi,” ujar dia.
Ady menilai publik berhak mempertanyakan asas manfaat dari rencana tersebut, mengingat jarak yang jauh antara Gaza dan Pulau Galang, serta misi yang belum sepenuhnya jelas, apakah murni untuk kemanusiaan, perdamaian, atau agenda politik tertentu.
"Jangan sampai kebijakan-kebijakan seperti ini asal-asalan," kata dia.
Sebelumnya, di hadapan menteri Kabinet Merah Putih, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan keinginannya menjadikan Pulau Galang sebagai lokasi layanan medis bagi sekitar 2.000 warga Gaza, Palestina. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menjelaskan, Pulau Galang dipilih Prabowo lantaran dinilai telah memiliki infrastruktur dan pendukung medis yang memadai. Sebab, wilayah ini pernah difungsikan untuk perawatan pasien Covid-19 beberapa tahun lalu.