
RENCANA pemerintah Indonesia untuk membantu pengobatan sekitar 2.000 warga Gaza yang menjadi korban perang dengan memindahkan mereka ke Pulau Galang, Kepulauan Riau, masih menjadi pembahasan.
Pakar Timur Tengah Smith Alhadar menilai kebijakan tersebut bisa menjadi bagian dari diplomasi dagang dengan Amerika Serikat (AS).
"Rencana menolong bangsa Palestina ini bisa diterka sebagai upaya membujuk Trump mengurangi tarif produk RI," kata Smith dihubungi Media Indonesia, Jumat (8/8).
Kritik Keras?
Smith mengkritik keras jika rencana tersebut kembali diangkat, karena bisa mengindikasikan bahwa Indonesia tidak sadar tengah terlibat dalam skenario besar antara Israel dan AS.
"Kalau itu kita lakukan, kita bukan membantu Palestina, tapi melenyapkannya," sebutnya.
Terlibat Langsung?
Menurutnya, Badan PBB urusan kemanusiaan dan lembaga HAM menganggap relokasi warga Palestina sebagai bentuk ethnic cleansing.
"Itu berarti juga terlibat ethnic cleansing bersama Israel dan AS," lanjutnya.
Beresiko Tinggi?
Di dalam negeri, menurut Smith, kebijakan ini berisiko memicu resistensi masyarakat.
"Di tengah ekonomi domestik yang tidak menggembirakan dan setumpuk masalah sosial, pengungsi Palestina di Indonesia akan membawa serta masalah politik yang sangat sulit diselesaikan," tegasnya.
Kirim Pasukan?
Terkait kesiapan Indonesia mengirim pasukan perdamaian ke Gaza, Smith mengatakan hal itu bisa dipahami secara moral, namun belum relevan saat ini.
"Kalau mengirim pasukan perdamaian tentu baik, bahkan terpuji. Tapi ini bukan isu saat ini," ucapnya.
Rencana Netanyahu?
Apalagi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menegaskan rencana untuk mengambil alih kendali penuh Jalur Gaza.
"Faktanya, Israel sedang menyiapkan agenda pengusiran warga Gaza. Jadi tidak diperlukan pasukan penjaga perdamaian. Ini hanyalah isu yang dimunculkan untuk menggeser isu lain yang sensitif, yaitu menampung pengungsi dari Gaza di Pulau Galang," pungkasnya. (Fer/P-3)