REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) menanam 1.500 bibit mangrove di kawasan pesisir Tambak Lorok, Semarang, Jawa Tengah. Langkah ini menjadi bagian dari program rehabilitasi mangrove perusahaan sepanjang 2025, dengan target pemulihan hingga 100 hektare ekosistem mangrove di berbagai wilayah operasional.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh sejumlah entitas subholding Pelindo, yakni PT Pelindo Multi Terminal Branch Tanjung Emas, PT Pelindo Terminal Petikemas Semarang, dan PT Pelindo Jasa Maritim Unit Tanjung Emas. Pelindo juga menggandeng Indonesian National Shipowners Association (INSA) Semarang bertepatan dengan Hari Ulang Tahun INSA, serta melibatkan masyarakat lokal dan relawan lingkungan. Selain penanaman, turut digelar kegiatan bakti sosial bagi warga pesisir.
Menurut Group Head Sekretariat Perusahaan Pelindo, Ali Sodikin, rehabilitasi mangrove menjadi prioritas karena hutan mangrove terbukti penting bagi perlindungan pesisir.
“Mangrove bukan hanya penahan abrasi dan intrusi air laut, tetapi juga habitat penting bagi biota laut serta penopang mata pencaharian masyarakat pesisir,” ujarnya.
Ali menambahkan, sebagai BUMN operator pelabuhan terbesar di Indonesia, Pelindo memiliki kepentingan menjaga kelestarian ekosistem laut di sekitar wilayah operasional.
“Pelabuhan tidak bisa dilepaskan dari laut. Karena itu, menjaga lingkungan pesisir, termasuk mangrove, adalah bagian dari tanggung jawab kami agar aktivitas pelabuhan tetap berkelanjutan,” katanya.
Ia menjelaskan, kegiatan yang fokus pada kelestarian lingkungan ini juga diharapkan berdampak pada sisi ekonomi.
“Melalui kegiatan ini, kami tidak hanya menanam mangrove, tetapi juga membangun kesadaran dan kapasitas masyarakat agar lingkungan dan ekonomi lokal sama-sama terjaga,” ujarnya.
Mangrove di kawasan Semarang, termasuk Tambak Lorok, selama ini menghadapi tekanan akibat alih fungsi lahan, pencemaran, dan perubahan iklim. Rehabilitasi mangrove diharapkan mampu mengurangi risiko banjir rob sekaligus memperkuat ketahanan pesisir.
Ali menegaskan, partisipasi masyarakat dan organisasi seperti INSA menjadi salah satu faktor keberhasilan program. “Kolaborasi dengan komunitas lokal membuat upaya ini lebih berdampak, karena masyarakatlah yang nantinya akan merawat dan menjaga mangrove,” katanya.