KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Immanuel Ebenezer atau Noel sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengurusan sertifikasi kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) itu berharap Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti untuknya.
“Semoga saya mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo,” ujar Immanuel saat hendak masuk ke dalam mobil tahanan KPK di gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 22 Agustus 2025.
Sebelum masuk ke dalam mobil tahanan KPK, Noel sempat meminta maaf kepada Prabowo karena tersandung kasus korupsi. Noel mengklaim kasus yang menyeret dirinya hingga menjadi tersangka bukan terkait pemerasan pengurusan sertifikasi K3 itu.
Permintaan amnesti dari Noel itu mendapat tanggapan dari berbagai kalangan. Sebagian dari mereka meminta Prabowo menolak permintaan itu.
IM57+ Institute: Prabowo Sudah Seharusnya Menolak
Ketua Indonesia Memanggil Lima Tujuh atau IM57+ Institute Lakso Anindito meminta Presiden Prabowo tidak memberikan amnesti bagi mantan Wamenaker Immanuel Ebenezer. Lakso menuturkan pemberian amnesti juga akan memukul mundur upaya instansi penegak hukum dalam memberantas korupsi.
“Permintaan amnesti tersebut sebetulnya tidak tepat untuk diminta dan Presiden Prabowo sudah seharusnya menolaknya,” ucap Lakso dalam keterangannya pada Ahad, 24 Agustus 2025.
Dia mengatakan seharusnya amnesti tidak boleh diberikan kepada Immanuel. Alasannya, Kementerian Ketenagakerjaan sudah berulang kali terseret kasus korupsi dengan modus yang sama, yaitu pemerasan. “Seharusnya Kementerian Ketenagakerjaan mendapatkan perhatian khusus,” kata dia.
Peneliti Pukat UGM: Amnesti Akan Hilangkan Efek Jera kepada Koruptor
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rahman meminta Prabowo menolak permintaan amnesti dari Noel. Pihak Istana harus mengumumkan penolakan itu kepada publik. “Lalu bilang menyerahkan kasus ini kepada proses hukum yang berlaku,” kata dia saat dihubungi pada Sabtu, 23 Agustus 2025.
Zaenur menjelaskan permintaan amnesti menunjukkan Noel mengakui melakukan korupsi. Bagi Zaenur, amnesti akan menghilangkan pemberian efek jera kepada koruptor yang diberikan aparat dalam pemberantasan korupsi. Pejabat juga jadi tidak takut lagi melakukan korupsi. Sebab, kalau terjerat, bisa diberikan amnesti. “Jadi dampak buruknya bisa hilang penjeraan umum,” ujarnya.
Dia juga bilang Prabowo sudah sewajarnya mencopot Noel dari jabatannya. Pencopotan untuk menghormati proses hukum dan supaya kerja-kerja Kementerian Ketenagakerjaan tidak terganggu. Zaenur menuturkan pencopotan itu bukan memberikan pesan Prabowo tidak pandang bulu terhadap korupsi, karena KPK menangkap Noel.
Menurut dia, Prabowo sejak awal tidak mementingkan unsur integritas dalam memilih calon anggota kabinet Merah Putih. Tidak adanya unsur itu menunjukkan sikap permisif terhadap korupsi. Bila terus dibiarkan, kata dia, pemerintah akan menjadi korup dan menghambat pemberantasan korupsi. Pemerintah tidak akan bekerja untuk kesejahteraan rakyat, tapi bekerja menguntungkan diri sendiri dengan melanggar hukum.
Zaenur menegaskan pelanggaran hukum harus segera dilaporkan kepada aparat penegak hukum. Perlu juga ada pengawasan di kabinet supaya tidak melakukan kecurangan. Namun Zaenur melihat Prabowo belum serius melakukan itu.
Kepala PCO: Prabowo Tak Bela Bawahannya yang Terlibat Kasus Korupsi
Ketika ditanya perihal permintaan amnesti dari Noel, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menyatakan Presiden Prabowo tidak membela bawahannya yang terlibat kasus korupsi.
Dia menuturkan Prabowo, dalam 10 bulan terakhir, rutin mengingatkan jajarannya termasuk menteri dan wakil menteri Kabinet Merah Putih untuk tidak sekali-kali berani korupsi.
“Presiden juga pernah menyampaikan tidak akan membela bawahannya yang terlibat korupsi. Jadi kita serahkan saja sepenuhnya kepada penegakan hukum,” kata Hasan Nasbi kepada wartawan di Jakarta, Sabtu, seperti dikutip dari Antara.
Hasan kemudian mengajak masyarakat menantikan proses hukum yang dihadapi Noel. “Biar proses hukum yang membuat semua ini terang benderang,” tutur Hasan. Dia menekankan Prabowo sangat serius dalam komitmen dan aksinya memberantas korupsi.
Pakar Hukum: Permohonan Amnesti Noel Terlalu Dini
Adapun pakar hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Jawade Hafidz, menilai permohonan amnesti yang disampaikan terlalu dini. “Saya kira yang bersangkutan minta amnesti terlalu dini ya,” kata Dekan Fakultas Hukum Unissula itu di Semarang, Sabtu.
Menurut dia, amnesti memang merupakan hak prerogatif presiden, tetapi tidak bisa digunakan secara sembarangan tanpa pertimbangan dan dasar yang kuat. “Amnesti itu yang punya kewenangan hanyalah seorang presiden sebagai kepala negara. Dan amnesti, abolisi, rehabilitasi, dan grasi tidak boleh digunakan semudah itu,” ujar dia.
Dia mengatakan Prabowo baru saja memberikan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto. Namun, kata dia, Noel tidak bisa menyamakan kasus yang dihadapinya dengan kasus yang dihadapi Tom Lembong dan Hasto hingga mereka mendapatkan abolisi dan amnesti. “Harus ada argumentasi, alasan yang sangat kuat, mengapa ada amnesti, mengapa ada abolisi. Tidak semudah itu,” tuturnya.
Karena itu, Jawade melihat permohonan amnesti yang disampaikan mantan Ketua Umum Jokowi Mania Nusantara (Joman) itu terlalu dini dan sangat tidak rasional.
M. Raihan Muzzaki, Hendrik Yaputra, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Jejak Politik dan Tuduhan Korupsi Bupati Pati Sudewo