
PT Sarana Multigriya Finansial (PT SMF) menggelontorkan anggaran hingga Rp 28,09 triliun khusus untuk program Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR-FLPP). Angka tersebut merupakan akumulasi dana sejak 2018-2025.
Direktur Utama SMF, Ananta Wiyogo, menjelaskan dana jumbo itu tak berasal dari kantong pemerintah semata. Menurutnya, SMF menerapkan skema blended finance untuk mengoptimalkan Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diterima sejak 2017.
“Kami melakukan blended finance dengan dana internal perseroan, sehingga dapat disalurkan ke bank penyalur dengan sebesar totalnya Rp 28,09 triliun untuk memfasilitasi rumah kurang lebih 750.000 unit rumah,” kata Ananta dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (23/7).
Program KPR-FLPP sendiri merupakan salah satu program unggulan pemerintah untuk menyediakan akses perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dengan bunga tetap 5 persen selama 20 tahun. SMF menjadi mitra penting dalam skema ini dengan menyediakan porsi 25 persen dari pembiayaan, sedangkan 75 persennya ditanggung oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).

Ananta menegaskan, seluruh PMN yang diterima oleh SMF tidak dipakai untuk kegiatan komersial. “Saya perlu klarifikasi ini Pak, seluruh PMN kami terima didedikasikan 100 persen untuk FLPP, bukan untuk komersial,” ujarnya.
Tahun ini, target penyaluran KPR-FLPP bahkan naik tajam, dari semula 220 ribu unit rumah menjadi 350 ribu unit. SMF sendiri telah menyalurkan dana sebesar Rp 1,75 triliun hingga Juni 2025 untuk mendukung sekitar 42.500 unit rumah.
Tak hanya menjalankan fungsi sosial, kinerja keuangan SMF juga menunjukkan performa yang stabil. Hingga semester I-2025, total aset perusahaan telah mencapai Rp 56 triliun atau mendekati target akhir tahun sebesar Rp 59 triliun. Liabilitas mencapai Rp 35,3 triliun, sedangkan ekuitas menyentuh Rp 20,7 triliun.
Dari sisi laba, SMF mengantongi Rp 292 miliar hingga pertengahan tahun ini. Meski masih di bawah target tahunan Rp512 miliar, perusahaan tetap menunjukkan efisiensi operasional dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) gross hanya 0,0033 persen.
Rating perusahaan pun tak main-main. SMF mengantongi peringkat AAA dari lembaga pemeringkat lokal dan BBB Stable dari Standard & Poor’s, setara dengan peringkat utang pemerintah Indonesia.
“Kalau kita lihat perusahaan semacam SMF itu di Indonesia memang hanya ada satu, dan kita di sekunder. Jadi kita tidak bisa di-compare dengan perusahaan finansial kayak multifinance yang di primer,” kata Ananta.