
KEMENTERIAN Luar Negeri Prancis memanggil Duta Besar Amerika Serikat untuk Paris, Charles Kushner. Pemanggilan itu setelah ia menulis surat yang menuding pemerintah Prancis tidak cukup tegas menghadapi antisemitisme.
Dalam pernyataan resminya, Kemenlu Prancis menolak tuduhan tersebut dan menyebutnya “tidak dapat diterima” serta “tidak mencerminkan kualitas hubungan transatlantik” kedua negara. “Kenaikan aksi antisemitisme sejak 7 Oktober 2023 memang nyata dan pemerintah Prancis sepenuhnya berkomitmen untuk menindaknya,” kata kementerian.
Surat Kushner, yang dialamatkan langsung kepada Presiden Emmanuel Macron, menyebut antisemitisme “meledak” sejak serangan Hamas tahun lalu. Ia menuding “ekstremis pro-Hamas” melakukan intimidasi dan kekerasan di seluruh Eropa, serta meminta Macron menegakkan hukum kejahatan kebencian “tanpa pengecualian” demi melindungi komunitas Yahudi.
Kushner juga mengkritik rencana Prancis mengakui negara Palestina pada September, yang menurutnya hanya memberi “legitimasi bagi Hamas” dan mendorong kekerasan. Ia merujuk kebijakan Presiden Donald Trump di AS yang disebutnya lebih keras terhadap kelompok pro-Hamas.
Pemerintah AS mendukung penuh isi surat Kushner. Juru bicara Departemen Luar Negeri Tommy Pigott menegaskan, “Ya, kami mendukung komentarnya. Dubes Kushner mewakili pemerintah AS dan menjalankan tugasnya dengan baik.”
Ketegangan
Rencana pengakuan negara Palestina sendiri menimbulkan ketegangan baru. Israel menuduh langkah itu sebagai “hadiah bagi terorisme Hamas”. Namun Macron menegaskan kebijakan tersebut sejalan dengan komitmen Prancis terhadap solusi dua negara dan perdamaian di Timur Tengah.
Prancis bersama Australia, Kanada, dan Portugal berencana meresmikan pengakuan Palestina bulan depan, menyusul lebih dari 140 negara yang sudah melakukannya. Inggris menyatakan akan mempertimbangkan langkah serupa jika Israel menyetujui gencatan senjata di Gaza. (CNN/Z-2)