Anthony Steven Hambali, Direktur Utama PT Sumber Alam Ekspres, menjelaskan alasan perusahaan memilih menghadirkan suasana hening di dalam kabin bus mereka, termasuk saat mengoperasikan armada bus listrik. Menurutnya, keputusan ini bukan tanpa pertimbangan, melainkan langkah aman menyikapi ketidakjelasan regulasi royalti musik di Indonesia.
“Saat ini kami memilih main aman dengan hening saja di kabin. Karena walaupun DPR sudah bilang aman, tanpa dasar keputusan dan UU, maka bila terjadi tagihan atau kasus, maka pijakannya pada UU. Omongan apa pun tidak akan berpengaruh apabila tidak ada landasan UUnya,” ujar Anthony kepada kumparan, Minggu (24/8/2025).
Padahal, musik kerap jadi teman perjalanan jarak jauh, baik bagi penumpang maupun pengemudi. Bagi sopir, musik bisa menjadi pengusir kantuk, sementara bagi penumpang bisa membantu mengurangi rasa bosan. Namun, Sumber Alam memilih berhati-hati demi menghindari konsekuensi hukum.
Isu royalti musik sendiri memang sudah lama menjadi perbincangan di Indonesia. Pemerintah melalui PP Nomor 56 Tahun 2021 telah mengatur kewajiban pembayaran royalti untuk setiap penggunaan musik di ruang publik, termasuk moda transportasi.
Aturan ini menegaskan bahwa pemutaran musik untuk kepentingan komersial, baik di kafe, hotel, pusat perbelanjaan, maupun bus AKAP, harus melalui mekanisme pembayaran royalti kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Regulasi ini diperkuat dengan terbitnya Permenkumham Nomor 27 Tahun 2025. Aturan baru tersebut membatasi biaya operasional LMKN maksimal 8 persen serta memperjelas mekanisme pengelolaan hingga distribusi royalti kepada pencipta lagu.
Pemerintah juga menegaskan bahwa layanan streaming pribadi seperti Spotify atau YouTube Premium tidak bisa dijadikan dasar legalitas pemutaran musik di ranah komersial, termasuk di transportasi umum.
Di tengah regulasi yang belum sepenuhnya jelas penerapannya, PO Sumber Alam memilih untuk tidak mengambil risiko. Dari sisi pelanggan, Anthony menyebut sejauh ini tidak ada keluhan.
“Sebagian penumpang justru mengaku lebih nyaman dengan kabin hening karena tidak semua musik yang diputar bisa sesuai dengan selera mereka, dan suasana tenang membantu mereka beristirahat selama perjalanan,” pungkasnya.
Sementara itu, para pengemudi yang biasanya memanfaatkan musik sebagai teman di perjalanan pun ikut menyesuaikan diri.
“Dari driver sendiri ya ikut arahan saja, karena kami sampaikan ini untuk keamanan kita semua,” kata Anthony menutup pembicaraan.
Bahkan, saat kumparan mengikuti uji coba bus listrik Kalista bersama Sumber Alam dengan rute Bekasi-Yogyakarta juga di sepanjang perjalanan pengemudi tidak menyalakan musik di kabin bus.
Keputusan ini sekaligus memperlihatkan dilema yang dihadapi operator bus di Indonesia. Musik memang bisa menjadi hiburan sekaligus menjaga stamina sopir, namun risiko hukum yang membayangi membuat perusahaan seperti Sumber Alam lebih memilih bermain aman.
Hingga ada aturan yang lebih jelas dan implementasi yang transparan, kabin hening tampaknya akan tetap menjadi pilihan utama bagi operator legendaris asal Kutoarjo tersebut.