Dalam Rancangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, PLN berencana membangun jaringan transmisi sekitar 48.000 kms, dana yang dibutuhkan USD 24 miliar atau setara Rp 434 triliun.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengungkapkan investasi pembangunan transmisi memiliki biaya pokok (cost of fund) yang lebih besar dari rasio keuntungan bersih dari investasi alias rate of return.
"Dengan dana yang dibutuhkan sekitar Rp 434 triliun, rate of return hanya sekitar 2-4 persen, sedangkan cost of fund saat ini rata-rata sekitar 8 persen," ungkapnya.
Dengan begitu, Darmawan menilai PLN perlu mendapatkan dukungan dari negara, karena kemampuan finansial perusahaan tentu terbatas. Dia meminta ada semacam pergesaran kebijakan untuk menggencarkan transisi energi.
"Financial strength dari PLN juga perlu mendapatkan dukungan dari negara dalam hal ini. Tantangannya ada, tetapi kami juga punya keyakinan bahwa ini diperlukan suatu shift of policy, pergeseran dari kebijakan," jelasnya.
Adapun PLN membutuhkan total investasi sekitar USD 162 miliar atau setara Rp 2.722 triliun (kurs Rp 16.805 per dolar AS) untuk keperluan transisi energi, mulai dari proyek pembangkit energi baru terbarukan (EBT) hingga jaringan transmisi hijau.
Direktur Manajemen Risiko PLN Suroso Isnandar mengatakan transisi energi menjadi peluang bisnis potensial setidaknya dalam 10 tahun ke depan. Untuk itu, PLN membutuhkan kolaborasi dan komitmen besar dari seluruh pihak.
"Untuk pembangunan infrastruktur ini, Indonesia akan membutuhkan total investasi setidaknya USD 162 miliar. Perkiraan ini belum termasuk belanja modal dan juga infrastruktur dan konstruksi," ungkapnya saat Konferensi PLTA Indonesia-Swiss 2025, Selasa (15/4).
Dari total angka tersebut, lanjut Suroso, sebesar USD 59 miliar atau atau hampir Rp 1.000 triliun diperuntukan bagi proyek pembangkit EBT seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP).
Dia menyebutkan terdapat tantangan dari pengembangan PLTA yang sumbernya jauh dari pusat permintaan yang sebagian ada di Pulau Jawa. Oleh karena itu, PLN harus membangun green-enabling supergrid atau jaringan transmisi hijau yang akan mengatasi ketidaksesuaian pasokan dan permintaan.
"Untuk 10 tahun ke depan, dalam rencana pengembangan ketenagalistrikan, kita harus membangun setidaknya 48.000 km jaringan transmisi, dan untuk masa depan yang lebih panjang, skenario transmisi bisa mencapai 63.000 km transmisi," ungkap Suroso.