KPK menyebut para buruh yang menjadi korban dalam pemerasan pengurusan sertifikasi K3 di Kemnaker juga terdampak pendapatannya. Upah mereka menjadi tak mengalami kenaikan imbas praktik culas itu.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan dampak tersebut bisa timbul lantaran tingginya biaya sertifikasi yang dipatok para pelaku.
Seharusnya, sertifikasi K3 hanya memakan biaya Rp 275 ribu. Namun, para pelaku mematok biaya hingga Rp 6 juta. Bila tak dibayar, sertifikasi diproses lama bahkan tak diproses.
"Nah tentu nilai-nilai atau pengeluaran-pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan ini untuk tadi sertifikasi dan pengeluaran-pengeluaran lainnya pada akhirnya semua cost yang dikeluarkan oleh perusahaan itu akan juga menjadi beban bagi seluruh buruh," kata Asep kepada wartawan, Kamis (28/8).
"Artinya dengan adanya nilai yang besar harus dikeluarkan dalam pembuatan sertifikasi K3 ini yang terdampak adalah rekan-rekan buruh. UMR-nya nggak naik-naik gitu," sambung dia.
Dengan mahalnya biaya sertifikasi tersebut, lanjut Asep, membuat perusahaan tak bisa menyisihkan sebagian keuntungannya untuk menambah gaji buruh.
"Perusahaan tidak bisa memberikan tambahan penghasilan kepada para buruh karena dipotong tadi untuk ngurus, salah satunya ngurus sertifikasi K3," jelasnya.
Kasus Pemerasan Sertifikasi K3 di Kemenaker
Kasus ini terungkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Rabu (20/8) malam. Dalam OTT itu, KPK sempat mengamankan sebanyak 14 orang. Sebanyak 11 di antaranya, termasuk Wamenaker Immanuel Ebenezer (Noel), telah ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam konferensi pers pengungkapan kasus tersebut, KPK mengungkapkan bahwa pemerasan ini terjadi pada 2019-2024.
KPK menjelaskan bahwa dalam proses penerbitan sertifikat tersebut, harganya dibuat mahal dan uangnya mengalir ke sejumlah pejabat. Nilainya tak tanggung-tanggung, yakni mencapai Rp 81 miliar.
Di balik itu, ada ASN Kemnaker yang menjadi pihak penerima uang paling banyak, yakni Rp 69 miliar. Dia diduga sebagai otak pemerasan ini. Sosok tersebut yakni Irvian Bobby Mahendro (IBM) selaku Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personel K3 tahun 2022 sampai dengan 2025.
Uang tersebut digunakannya untuk belanja, hiburan, DP rumah, hingga setoran tunai kepada sejumlah pihak. Irvian juga diduga menggunakan uang itu untuk membeli mobil mewah.
Sementara Noel diduga mendapat jatah Rp 3 miliar dan motor Ducati Scrambler. Uang itu diterimanya pada Desember 2024 atau 2 bulan setelah dilantik menjadi Wamenaker.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Noel juga menyampaikan permohonan maafnya kepada sejumlah pihak. Noel juga membantah telah di-OTT KPK. Dia juga menyebut kasus yang menjeratnya bukanlah terkait pemerasan.
Noel berharap mendapat amnesti dari Presiden Prabowo Subianto usai dijerat sebagai tersangka oleh KPK. Namun, Noel justru diberhentikan oleh Prabowo sebagai Wamenaker.