Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menembus level 8.000 pada perdagangan Kamis (28/8). Terkereknya IHSG dinilai sebagai optimisme pasar terhadap potensi penurunan suku bunga The Fed pada September.
Namun demikian, analis menilai tren tersebut belum stabil dan dapat berubah sewaktu-waktu.
Senior Technical Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta menilai peluang pemangkasan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) kian terbuka pada September setelah rilis data ekonomi Amerika Serikat lebih baik dari perkiraan.
Nafan menyebut Lembaga keuangan Amerika Serikat (AS), Morgan Stanley memperkirakan bahwa Federal Open Market Committee (FOMC) akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps atau 0,25 persen pada September.
Pemangkasan ini diperkirakan akan berlanjut tiap tiga bulan sekali hingga akhir 2026 dan suku bunga berada di kisaran 2,75 hingga 3 persen.
“Bahkan Morgan Stanley memperkirakan bahwa FOMC akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps pada September dan diikuti dengan pemangkasan setiap kuartal sebesar 25 bps hingga ke level 2,75 hingga 3,0 persen pada akhir 2026,” tulis Nafan saat dihubungi oleh kumparan, Kamis (28/8).
Nafan turut menyebut Bank Indonesia telah memberi sinyal bahwa siklus penurunan suku bunga domestik masih akan berlanjut. Proyeksi ini memberi sentimen positif terhadap sektor sensitif suku bunga, terutama perbankan dan properti.
Sementara itu, pemerhati IHSG sekaligus penulis buku Seller dan Trading Investasi, Desmond Wira menyampaikan penguatan IHSG sulit untuk ditentukan.
Menurutnya, pemangkasan suku bunga The Fed pada September dapat memicu optimisme pelaku pasar.
Namun, ia mengingatkan bahwa IHSG tetap rawan fluktuasi karena saham penopang indeks saat ini adalah big cap seperti PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) dan PT DCI Indonesia Tbk (DCII) yang likuiditasnya rendah.
“Pasar saham masih berpotensi bergerak volatil, karena kedua saham tersebut mudah naik dan turun, menyeret IHSGI,” kata Desmond.
Lebih lanjut, Desmond mengungkapkan sektor yang berpotensi mencatatkan kinerja positif dalam waktu dekat adalah properti, otomotif, serta perkebunan CPO.
“Sedangkan emiten CPO karena kenaikan harga CPO sejak bulan Mei,” tambahnya.
Disclaimer: Keputusan investasi sepenuhnya didasarkan pada pertimbangan dan keputusan pembaca. Berita ini bukan merupakan ajakan untuk membeli, menahan, atau menjual suatu produk investasi tertentu.