
KEKERASAN seksual terhadap anak masih menjadi isu serius yang membutuhkan perhatian besar dari para orang tua. Bentuk kekerasan ini tidak hanya berupa pemerkosaan, tetapi juga sentuhan seksual yang tidak diinginkan hingga memaksa korban melakukan tindakan seksual tertentu.
Menurut panduan pencegahan kekerasan seksual, waktu terbaik untuk mulai mengerjakan anak tentang batasan tubuh dan persetujuan seksual adalah ketika mereka berusia 5 hingga 14 tahun. Namun, apabila kesempatan itu terlewat, para ahli menegaskan bahwa waktu terbaik kedua adalah sekarang juga.
Kekerasan seksual bisa menimpa siapa saja. Penelitian menunjukkan bahwa remaja dengan disabilitas intelektual dan perkembangan (IDD) memiliki risiko lebih tinggi menjadi korban pelecehan dibandingkan remaja tanpa disabilitas.
Sayangnya, kelompok ini juga lebih jarang melaporkan kasus yang mereka alami kepada orang tua atau aparat penegak hukum. Faktor penyebabnya antara lain ketergantungan yang tinggi pada orang dewasa, kesulitan memahami atau menyampaikan peristiwa yang terjadi, serta kurangnya akses pendidikan seks di sekolah.
Cara Orang Tua Bantu Pencegahan Pelecehan
1. Aktif mengajarkan anak mengenai keselamatan pribadi
Mereka juga harus memahami bahwa mereka berhak menolak sentuhan, bahkan yang non-seksual seperti pelukan, jika merasa tidak nyaman.
2. Jelaskan bagian-bagian tubuh yang bersifat privat
Anak perlu mengetahui bahwa beberapa bagian tubuh bersifat pribadi dan tidak boleh disentuh orang lain tanpa izin.
3. Ajarkan pada anak bahwa tidak semua orang boleh menyentuh tubuhnya
Penting untuk menjelaskan bahwa ada pengecualian tertentu, misalnya saat tenaga medis memeriksa area tubuh yang biasanya tertutup pakaian renang. Dalam situasi tersebut, anak tetap berhak meminta pendampingan orang lain untuk merasa aman.
Edukasi juga mencakup kebiasaan sederhana seperti menutup pintu toilet umum, mengunci, dan membatasi ketelanjangan hanya di tempat yang wajar.
Tanda-Tanda Anak Mengalami Kekerasan Seksual
Tanda-tanda anak mendapat kekerasan seksual dapat muncul dalam bentuk fisik maupun perilaku. Secara fisik, anak bisa mengalami kesulitan duduk atau berjalan, memar di area genital, sakit kepala, sakit perut, hingga penyakit menular seksual.
Sementara itu, dari sisi perilaku, gejalanya antara lain depresi, penyalahgunaan zat, menarik diri, menghindari orang atau tempat tertentu, hingga perubahan pola tidur dan makan.
Beberapa anak juga menunjukkan perasaan bersalah, rasa malu, atau bahkan perilaku seksual yang tidak sesuai usianya.
Orang tua perlu peka terhadap tanda-tanda ini. Namun, penting dicatat bahwa gejala tersebut tidak selalu disebabkan oleh pelecehan seksual, melainkan bisa muncul karena faktor lain. Oleh sebab itu, pengamatan yang konsisten sangat diperlukan.
Penanganan Pertama
Jika anak mengungkapkan pengalaman pelecehan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mempercayai cerita mereka. Anak harus diyakinkan bahwa mereka tidak salah dan tetap berada dalam lingkungan yang aman.
Dalam kasus darurat, orang tua dapat langsung menghubungi layanan darurat nasional terkait pelecehan anak dan kekerasan seksual, seperti Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129.
Kesadaran dan keterlibatan aktif orang tua menjadi kunci utama dalam mencegah sekaligus menangani kasus kekerasan seksual pada anak. Edukasi sejak dini bukan hanya memberikan perlindungan, tetapi juga membekali anak dengan rasa percaya diri untuk menjaga tubuhnya sendiri.
Sumber: HHS.gov