WAKIL Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia merespons soal peluang Setya Novanto masuk kepengurusan dewan pimpinan pusat di bawah Bahlil Lahadalia.
Doli menegaskan bahwa Setya Novanto tidak pernah menyatakan keluar dari Partai Golkar. Sebaliknya, Golkar juga tidak pernah memecat Setya Novanto. Sehingga dia masih merupakan kader Golkar.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Ia juga mengatakan tidak ada larangan Setya Novanto, yang kini berstatus mantan terpidana korupsi, untuk masuk kepengurusan partai selama dia bersedia. Namun ia mengungkapkan secara kultural tidak mungkin Setnov menjadi pengurus karena sudah menjadi ketua umum Golkar.
“Jadi mungkin secara kultural, kalaupun memang Pak Novanto masih bersedia, mungkin enggak di eksekutifnya lah. Karena dia senior, kan nggak mungkin di bawahnya Pak Bahlil jadi pengurus,” kata Doli saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, 27 Agustus 2025.
Doli mengatakan DPP belum menawarkan posisi pengurus ke Setya Novanto. Sebab penyusunan pengurus dilakukan melalui mekanisme musyawarah nasional dan semua diakomodir. Berdasarkan mekanisme itu, kata Doli, tidak mungkin menawarkan posisi kepengurusan secara pribadi satu per satu.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Muhammad Sarmuji mengatakan, belum ada pembahasan di DPP soal peluang Setya Novanto bergabung ke kepengurusan DPP Golkar. Sarmuji mengatakan Setya membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri terlebih dahulu.
Ia juga mengatakan menjadi pengurus Golkar bisa menambah beban mantan Ketua Umum Golkar itu. “Biarkan Pak Novanto beradaptasi tanpa beban berlebihan terlebih dulu,” kata Sarmuji kepada Tempo, pada Senin, 18 Agustus 2025.
Setya Novanto merupakan terpidana perkara korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik atau E-KTP. Ia dihukum 15 tahun penjara dalam kasus itu, pada 24 April 2018. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menilai Novanto terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
Setya Novanto mengajukan Peninjauan Kembali kasusnya itu ke Mahkamah Agung. Putusan Peninjauan Kembali itu mengabulkan permohonan Novanto, yang dibacakan pada Rabu, 4 Juni 2025. Dalam putusannya, hakim PK memangkas hukuman Novanto menjadi 12 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 500 juta, dan uang pengganti Rp 49,052 miliar. Tiga hakim PK itu adalah Surya Jaya sebagai ketua, lalu dua orang anggota yakni Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono. Sedangkan Panitera Pengganti adalah Wendy Pratama Putra.
Setelah putusan PK tersebut, Novanto mendapatkan bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Kota Bandung, Jawa Barat, pada 16 Agustus 2025. "Iya benar (Setya Novanto) bebas kemarin. Dia bebas bersyarat karena dia peninjauan kembalinya dikabulkan dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun,” kata Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Jawa Barat, Kusnali, dikutip dari Antara, pada Ahad, 17 Agustus 2025.
Kusnali mengatakan pembebasan bersyarat kepada Novanto sudah sesuai dengan Pengusulan Program Pembebasan Bersyarat yang disetujui melalui sidang Direkrorat Jenderal Pemasyarakatan pada 10 Agustus 2025. Pengusulan itu untuk merekomendasikan Novanto mendapatkan persetujuan lanjutan dari pimpinan. Persetujuan rekomendasi Setnov diberikan bersamaan dengan 1.000 usulan program integrasi warga binaan seluruh Indonesia lainnya.
Alfan Hilmi, Mutia Yuantisya dan Ayu Cipta berkontribusi dalam penulisan artikel ini