
PDIP memperingati peristiwa Kudatuli pada 27 Juli. Perayaan 29 tahun Kudatuli tahun ini digelar secara sederhana.
Ketua DPP PDI Perjuangan, Djarot Saiful Hidayat, mengatakan, Kudatuli menjadi pengingat dan refleksi terhadap arah demokrasi dan kepemimpinan hari ini.
Ia meminta agar kader PDIP tetap berpihak pada rakyat kecil. Sebab saat ini demokrasi tengah disalahgunakan oleh elite untuk kepentingan pribadi.
“Yang kita alami adalah rakyat untuk demokrasi. Rakyat dibeli, rakyat dibajak untuk kepentingan demokrasi. Akhirnya orang-orang menjadi pemimpin eksekutif maupun legislatif sehingga lahirnya kembali tindak pidana korupsi yang luar biasa. Karena biaya politik yang sangat mahal,” kata Djarot dalam sambutannya.
“Boleh, orang itu kaya boleh, tapi jangan kaya karena korupsi. Bukan kaya karena nyolong duitnya rakyat. Jangan kaya karena mengeruk sumber-sumber daya alam dan membikin rakyat menderita dan alam lingkungan dirusak. Betul? Jangan dong,” katanya.


Eks Gubernur DKI Jakarta ini menyinggung fenomena kriminalisasi terhadap pihak yang mengkritik penguasa seperti yang dialami oleh Eks Menteri Perdagangan Tom Lembong dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Padahal menurutnya ada banyak kasus mendesak yang harusnya segera diusut, bukan hanya mencari-cari kesalahan saja.
“Yang mengkritik, yang berbeda dikriminalkan, cari-cari salahnya sampai ketemu. Masukkan penjara. Kemarin terjadi kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto, cari sampai ketemu, masukkan penjara. Kasus yang besar seperti kasus minyak goreng lewat, kasus pesawat jet lewat, kasus korupsi infrastruktur di Sumatera Utara lewat, kasus blok Medan, banyak banget,” katanya.
“Gajah di pelupuk mata tidak kelihatan, kutu di seberang pulau kelihatan,” tutur Djarot.

Diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian acara peringatan peristiwa Kudatuli yang diperingati setiap 27 Juli.
Kudatuli merujuk pada penyerangan kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996, di tengah konflik internal antara kubu Megawati Soekarnoputri dan Soerjadi, yang kala itu didukung rezim Orde Baru.
Penyerangan tersebut memicu kerusuhan di Jakarta dan menjadi salah satu pemantik perlawanan politik yang mengarah pada reformasi 1998.