REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jakarta menduduki posisi pertama sebagai kota besar paling berpolusi di dunia pada Sabtu (28/6/2025) pagi.
Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 05.45 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada pada angka 196. Artinya, kualitas udara di kota ini masuk dalam kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2.5 dan nilai konsentrasi 119,5 mikrogram per meter kubik.
Angka itu berarti, tingkat kualitas udara di Jakarta masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif. Polusi di sin dapat merugikan manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif. Dampak lainnya bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.
Adapun kategori sedang berarti kualitas udaranya tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan, tetapi masih berefek pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika. Ini apabila rentang PM2,5 sebesar 51-100.
Kategori baik berarti tingkat kualitas udara tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan serta tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan, ataupun nilai estetika. Ini jika rentang PM2,5 sebesar 0-50.
Kategori sangat tidak sehat dengan rentang PM2,5 sebesar 200-299 atau kualitas udaranya dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar.
Terakhir, kategori berbahaya (300-500) atau secara umum kualitas udaranya dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi.
Pada Sabtu (28/6/2025) pagi ini, kota dengan kualitas udara terburuk urutan kedua ialah Kinshasa, Kongo, di angka 171. Adapun urutan ketiga ialah Lahore, Pakistan, di angka 159.
Urutan keempat dan kelima adalah kota-kota di wilayah Indonesia, yakni Kota Medan di angka 144 dan Kota Batam di angka 141.
Masyarakat di kota-kota dengan kualitas udara buruk sebaiknya menghindari aktivitas di luar ruangan. Jika berada di luar ruangan, gunakanlah masker. Warga juga diimbau menutup jendela rumah demi menghindari udara luar yang kotor.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta pernah menyatakan akan meniru kota-kota besar dunia, seperti Paris dan Bangkok, dalam menangani polusi udara.
“Belajar dari kota lain, Bangkok memiliki 1.000 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU), Paris memiliki 400 SPKU. Jakarta saat ini memiliki 111 SPKU dari sebelumnya hanya 5 unit. Ke depan kita akan menambah jumlahnya agar bisa melakukan intervensi yang lebih cepat dan akurat,” kata Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto di Jakarta, Selasa (18/3/2026) lalu.
sumber : Antara