MENTERI Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto mengatakan Muhammad Riza Chalid, tersangka dugaan korupsi minyak mentah, masih berada di wilayah Malaysia. "Kami monitor. Info pastinya masih di Malaysia ya," ujar Agus di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 6 Agustus 2025.
Agus mengatakan, Kejaksaan Agung yang menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) hingga pengajuan red notice terhadap Riza Chalid.Dia juga meyakini Presiden Prabowo Subianto sudah mengetahui informasi soal Riza Chalid. Red notice merupakan peringatan internasional yang dikeluarkan Interpol terhadap buron.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kejaksaan Agung sebelumnya sudah meminta penerbitan red notice. Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Kepolisian RI telah menerima pengajuan red notice dari Kejaksaan Agung terhadap Jurist Tan, tersangka pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2019-2022, dan Mohammad Riza Chalid. “Sudah semua,” ujar Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri Brigadir Jenderal Untung Widyatmoko, Senin, 4 Agustus 2025, saat dimintau konfirmasi perihal pengajuan red notice tersebut.
Berdasarkan data Imigrasi, Riza meninggalkan Indonesia pada 6 Februari 2025 dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, menuju Malaysia, dan belum kembali. Keberangkatan Riza ke Malaysia berselang 18 hari setelah penyidik Kejaksaan Agung menangkap putranya, Muhammad Kerry Adrianto, sebagai tersangka di kasus yang sama pada 24 Februari 2025.
Total tersangka dalam kasus ini 18 orang. Riza Chalid menjadi satu-satunya tersangka yang belum ditahan. Selain telah dicegah ke luar negeri sejak 10 Juli 2025, paspor Riza juga sudah dicabut oleh Imigrasi.
Agus Andrianto sebelumnya menyatakan Imigrasi telah mencabut paspor Riza Chalid sejak dicegah bepergian ke luar negeri. Pencabutan paspor tersebut memiliki dampak serius bagi pemiliknya, antara lain tidak bisa bepergian lintas negara, tidak bisa memperpanjang visa atau izin tinggal, dan bisa dianggap sebagai imigran ilegal oleh negara setempat.
Dalam kasus korupsi ini, menurut jaksa, Riza Chalid dan Kerry bersama Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina, Hanung Budya Yuktyanta, Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina Alfian Nasution serta Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo diduga melakukan kongkalikong untuk mengubah isi muatan kontrak kerja antara PT Orbit Terminal Merak (perusahaan milik Kerry) dan Pertamina. Perusahaan kilang ini dijadikan tempat penampungan BBM dan proses blanding oleh Pertamina Patra Niaga. Menurut jaksa, proses blending seharusnya dilakukan oleh perusahaan BUMN bukan swasta.