
Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) menjadi upaya pemerintah meningkatkan produktivitas perkebunan sawit milik petani. Namun, bagi keluarga petani di Musi Banyuasin (Muba), masa peremajaan kebun sawit menghadirkan tantangan besar, bagaimana bertahan ketika kebun belum menghasilkan.
Di balik tantangan ini, Yayasan Care Peduli (YCP) bersama Cargill Indonesia, melalui PT Hindoli, menawarkan solusi inovatif. Mereka memberdayakan perempuan petani sawit melalui program Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP) dan inisiatif lainnya, yang kini menjadi model keberhasilan di 13 desa di Muba.
“Program ini bukan hanya tentang peremajaan sawit, tetapi juga tentang memastikan masyarakat, terutama perempuan, tetap produktif dan mandiri secara ekonomi,” kata CEO YCP, Abdul Wahib Situmorang, dalam Diskusi Teras bertema Cerita Resiliensi Usaha Ekonomi Perempuan di Palembang, Kamis (27/6/2025)
Kolaborasi YCP dan Cargill tak hanya memberi solusi, tetapi juga membangun harapan baru. Kebun gizi, pelatihan ekonomi, hingga perlindungan korban KBG menjadi pilar penting dalam mendukung masyarakat melewati masa sulit.
“Kami percaya, perempuan adalah kunci ketahanan ekonomi keluarga. Program ini membuktikan bahwa ketika perempuan diberdayakan, perubahan besar terjadi,” kata dia.
Dari Kebun Gizi hingga KUEP: Mengangkat Ekonomi Perempuan Desa
Salah satu program andalan adalah pembentukan KUEP, yang telah membuahkan hasil signifikan di Desa Tegal Mulyo. Rifa Zunalin, Sekretaris KUEP di desa tersebut, membagikan cerita keberhasilan mereka.
“Kami memulai program simpan pinjam dengan modal awal Rp50 juta dan 30 anggota. Kini, jumlah anggota meningkat menjadi 60, dan tabungan kami mencapai Rp230 juta di luar bantuan awal,” ungkap Rifa. Dana tersebut diputar untuk mendukung UMKM lokal seperti usaha kuliner, jasa, dan pakaian, serta membantu perawatan kebun sawit.
Bukan hanya soal ekonomi, KUEP juga memberikan kontribusi sosial, seperti dana santunan untuk anggota yang terkena musibah. “Dengan kepercayaan tinggi dari warga, KUEP menjadi jawaban atas tantangan ekonomi di masa peremajaan,” tambah Rifa.
Melawan Kekerasan Berbasis Gender: Perempuan yang Kini Berdaya
Selain pemberdayaan ekonomi, YCP juga melatih sukarelawan untuk menangani kekerasan berbasis gender (KBG). Herawati, seorang pendamping KBG dari Kecamatan Sungai Lilin, menceritakan perjalanannya.
“Sebelum pelatihan, saya tidak tahu bagaimana membantu korban KBG. Sekarang, saya bisa mendampingi mereka, memberikan perlindungan, dan menjadi tempat mereka mengadu,” jelas Herawati.
Kasus kekerasan, seperti KDRT dan kenakalan anak, sering dipicu oleh tekanan ekonomi. Namun, sejak adanya pelatihan dan sosialisasi, jumlah kasus di Sungai Lilin menurun drastis.
“Perempuan kini merasa lebih kuat. Jika dulu mereka hanya diam, sekarang mereka tahu ada tempat untuk mencari keadilan,” ujarnya.