
DIREKTUR Advokasi Kebijakan, Hukum dan Hak Asasi Manusia AMAN/ Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Muhammad Arman menilai masyarakat adat dalam konteks pembangunan nasional hari ini belum dilibatkan untuk berpartisipasi secara mudah dan efektif. Salah satu contohnya dalam pembentukan peraturan perundangan.
Akibatnya adalah ketika proses pembangunan di wilayah, masyarakat adat dan negara itu bertemu dalam keadaan konflik, karena proses-proses pembentukan hukum tidak mampu mengakomodasi realitas di lapangan masyarakat adat.
"Cara pandang yang ada di masyarakat adat berbeda dengan cara pandang pembangunan hari ini. Jadi seolah semua hal bisa dilakukan tanpa kemudian memperhatikan aspek keterhubungan antara satu identitas yang kita sebutkan dengan wilayah adat dan juga hubungannya dengan wilayah tersebut," kata Arman dalam diskusi Denpasar 12 secara daring, Rabu (6/8).
Tahun ini RUU Masyarakat Adat masuk lagi dalam Prolegnas 2025. RUU Masyarakat Adat menjadi sangat penting. Pertama kita ingin memastikan bahwa masyarakat adat diakui sepenuhnya sebagai warga negara.
"Caranya dengan melakukan proses-proses pengakuan atau menjadi proses pengakuan yang dilindungi jadi mudah. Cukup dengan proses pengakuan kesejahteraan kemudian hasilnya legal dan juga mendapatkan legitimasi," ujanya.
RUU ini juga harus bisa menjawab penyelesaian konflik terkait dengan hak-hak masyarakat adat. Selain itu juga harus mampu mengharmonisasikan antara beberapa bagian keterhubungan yang mengatur masyarakat adat, kurang lebih ada 30 undang-undang yang mengatur tentang masyarakat adat yang punya kriteria atau cara pandang yang berbeda-beda dan objek-objek yang diatur juga beragam.
"Sesungguhnya tidak lagi pembangunan tetapi, masyarakat adat ingin menjadi bagian dari bangsa ini, sebagai warga yang dihormati, yang memiliki hak utuh yang dipenuhi oleh negara," pungkasnya. (H-2)