REPUBLIKA.CO.ID, Pada 9 Agustus 2025, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kemenag tahun 2023-2024. Salah satu yang disidik KPK adalah pembagian kuota tambahan haji dari Arab Saudi sebanyak 20 ribu jamaah untuk Indonesia yang diduga tidak sesuai dengan Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, Selasa (12/8/2025), mengungkap, agensi perjalanan haji melobi Kementerian Agama (Kemenag) setelah Indonesia dipastikan mendapatkan 20 ribu kuota tambahan haji dari Pemerintah Arab Saudi. Lobi dilakukan dengan tujuan agar proporsi kuota tambahan untuk haji khusus bisa diperbesar.
“Nah, mereka lalu hubungi Kementerian Agama, gitu ya,” ujar Asep.
Asep menjelaskan para agensi perjalanan haji tersebut tidak melobi secara personal ke Kemenag, tetapi melalui asosiasi-asosiasi. Menurut dia, asosiasi agensi perjalanan haji menghubungi dan melobi Kemenag untuk membicarakan tindak lanjut terhadap 20 ribu kuota tambahan haji.
“Mereka ini, asosiasi ini, berpikirnya ekonomis. Artinya, bagaimana mendapatkan keuntungan yang lebih besar,” katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan para asosiasi memandang bila 20 ribu kuota tambahan haji dibagikan sesuai ketentuan perundang-undangan, maka hanya mendapatkan alokasi delapan persen. “Mereka hanya akan dapat 1.600 kuota. Nah, nilainya akan lebih kecil,” ujarnya.
Oleh sebab itu, kata dia, lobi para asosiasi ke Kemenag dinilai sebagai upaya agar pembagian kuota haji tambahan dapat diubah dengan menambah kuota haji khusus. KPK pun mengungkap adanya rapat antara asosiasi agensi perjalanan haji dengan pejabat di Kemenag yang akhirnya menyepakati pembagian 20 ribu kuota haji tambahan menjadi 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.
“Ada keputusan lah di antara mereka yang rapat ini, baik dari Kementerian Agama maupun dari asosiasi, perwakilan travel-travel (agensi perjalanan haji) ini. Akhirnya dibagi dua nih. 50 persen, 50 persen,” ujar Asep.
Walaupun demikian Asep mengatakan kesepakatan tersebut belum sampai melibatkan penentu kebijakan atau Menteri Agama (Menag). “Nah, ini pada level tingkat bawahnya. Belum sampai ke penentu kebijakannya. Mereka kumpul dulu dan mereka rapat-rapat dulu,” katanya.
Menurut Asep, asosiasi agensi perjalanan haji memandang alokasi 50 persen kuota haji tambahan dari Pemerintah Arab Saudi untuk kuota haji khusus sudah mencapai angka paling tinggi yang dapat diusahakan. Pembagian kuota tersebut tidak mungkin melebihi angka 50 persen, karena kuota tambahan tersebut diperoleh Pemerintah Indonesia dengan niat memangkas waktu tunggu jamaah haji reguler.
“Mungkin kalau dibebaskan, ya maunya 20 ribu kuota tambahan masuk kuota haji khusus semua. Akan tetapi, kan tidak mungkin,” katanya.
Pengusutan kasus kuota haji oleh KPK ini sejalan dengan Pansus Angket Haji DPR RI yang menemukan sejumlah kejanggalan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Titik poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50:50 dari alokasi 20 ribu kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kemenag membagi kuota tambahan 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.
sumber : Antara