
PENELITI Senior departemen ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan menilai gelombang demonstrasi yang berujung ricuh berakar pada krisis kepercayaan publik terhadap legitimasi fiskal pemerintah.
Rakyat diminta membayar pajak, iuran, dan menerima efisiensi, tetapi di sisi lain pemerintah tampak boros. Jumlah kementerian bertambah, jabatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibiarkan gemuk, serta gaji dan tunjangan pejabat maupun anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) justru dinaikkan.
"Kontradiksi ini menciptakan krisis legitimasi fiskal karena pada dasarnya fondasi kepercayaan sudah runtuh," ujarnya dalam Diskusi Publik bertajuk 'Wake up call dari Jalanan: Ujian Demokrasi dan Ekonomi Kita' secara daring, Selasa (2/9).
Deni menegaskan, dalam teori ekonomi politik, pajak merupakan kontrak sosial antara negara dan warganya. Kontrak itu hanya bertahan bila publik yakin negara memberi timbal balik berupa pelayanan, stabilitas, dan keadilan.
"Sayangnya, rasa keadilan itu kian memudar akibat kontradiksi kebijakan fiskal pemerintah," tambahnya.
Deni memperingatkan, jika delegitimasi fiskal tidak segera diatasi, demonstrasi akan terus berulang dan menimbulkan dampak serius. Stabilitas politik, sosial, dan ekonomi akan terganggu. Pertumbuhan ekonomi dikhawatirkan melambat, konsumsi dan investasi melemah, ekspor terhambat, dan pemutusan hubungan kerja (PHK) akan semakin meningkat.
"Jika ini semakin buruk, akan membahayakan bagi stabilitas politik, termasuk juga stabilitas kepemimpinan presiden sendiri," tegas Deni.
Karena itu, ia menilai pemerintah perlu segera memperbaiki tidak hanya komunikasi dan aspek politik, tetapi juga mengatasi akar masalah berupa krisis legitimasi fiskal. (H-4)