Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Jawa Timur, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga (Permenpora) Nomor 14 Tahun 2024 berpotensi menimbulkan masalah serius dalam ekosistem olahraga nasional.
Mantan Ketua Umum PSSI itu menyoroti adanya inkonsistensi hukum dalam beleid tersebut. Menurutnya, peraturan menteri seharusnya tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan yang secara tegas menjamin independensi organisasi olahraga.
“Permenpora ini memasukkan ketentuan yang justru membatasi independensi, misalnya kewajiban mendapatkan rekomendasi Kemenpora untuk menyelenggarakan musyawarah atau kongres organisasi,” kata LaNyalla, dalam rilis pers, Rabu (20/8).
LaNyalla mengingatkan bahwa aturan tersebut dapat menciptakan ketidakpastian hukum dan berpotensi digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Organisasi olahraga bisa berargumen bahwa Permenpora ini melampaui wewenang yang diberikan undang-undang, sehingga cacat hukum dan bisa dibatalkan,” ujarnya.
Selain persoalan hukum, LaNyalla juga menilai intervensi pemerintah yang berlebihan berisiko menimbulkan sanksi dari federasi olahraga internasional. Ia menyinggung Olympic Charter yang menekankan prinsip otonomi dan independensi organisasi olahraga.
“Permenpora dengan kontrol ketat terhadap tata kelola internal dianggap melanggar prinsip tersebut. IOC bisa menjatuhkan sanksi pembekuan terhadap NOC Indonesia jika terjadi intervensi pemerintah. Dampaknya, atlet Indonesia bisa dilarang tampil membawa nama negara di ajang internasional,” tegas Dewan Penyantun KONI Jawa Timur itu.
Aturan Keuangan Dinilai Tidak Realistis
LaNyalla juga mengkritisi aspek keuangan dalam Permenpora tersebut. Menurutnya, ketentuan larangan pengurus organisasi menerima honor dari dana hibah pemerintah tidak realistis.
“Alih-alih menyelesaikan masalah dualisme, justru berpotensi menimbulkan konflik baru. Aturan yang diberlakukan secara sepihak bisa memicu penolakan dari KONI daerah maupun induk cabor,” katanya.
Lebih jauh, LaNyalla menilai regulasi ini bisa memecah organisasi olahraga. “Ada risiko munculnya dua kubu, yang patuh pada aturan Kemenpora dan yang menolak. Kondisi ini bisa mengganggu persiapan atlet, termasuk menuju multi-event seperti PON,” ujarnya.