
Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra, memastikan bahwa tindak pidana korupsi masih akan berstatus Lex Specialis atau memiliki kekhususan saat Revisi Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) berlaku.
Tandra menjelaskan, status Lex Specialis pada tindak pidana korupsi sudah diatur di dalam Undang-Undang KPK dan Tipikor. Sehingga, RKUHAP tidak akan menggugurkannya.
“Yang mengatur kewenangan mengenai KPK, sepanjang itu ada diatur oleh KUHAP, maka kewenangan itu semua beralih ke KUHAP,” ujar Tandra kepada kumparan, Rabu (23/7).
“Tetapi, hal-hal yang khusus itu tetap berlaku,” tambahnya.
Menurut Tandra, dengan berlakunya RKUHAP nanti, bukan berarti UU KPK dan Tipikor jadi tak berlaku lagi.
“Berlaku, lah. Ada itu, ada istilah Lex Specialis Derogat Legi Generali. Itu kan spesialis itu undang-undangnya, silakan. Tidak di dalam undang-undang mengatakan dengan berlaku ini (RKUHAP), maka undang-undang KPK gak berlaku, kan gak ada,” ucap Tandra.
“Kan sepanjang belum dicabut kan masih berlaku,” tambahnya.
Senada dengan Tandra, Anggota Komisi III lainnya, Rudianto Lallo, juga berpandangan yang sama. Bahkan, ia menyebut akan ada sinkronisasi bila ada hal yang bertentangan.
“Kalau bicara undang-undang tipikor kan, KPK kan Lex Specialis. Jadi saya kira sudah ada undang-undang. Saya kira undang-undang akan ada sinkronisasi, tidak mungkin ada norma yang saling bertentangan,” ucap Rudi kepada kumparan, Rabu (23/7).
“Apalagi kan undang-undang KPK ada, undang-undang tipikor, tindak pidana korupsi kan tersendiri, Lex Specialis, jadi pasti tidak ada saling bertentangan antara norma yang ada di KUHAP dengan undang-undang tipikor sendiri, tindak pidana korupsi, maupun undang-undang KPK sendiri kan,” tambahnya.
Pastikan Penyidik KPK Tak Dibatasi
Selain soal Lex Specialis, Tandra juga memastikan bahwa penyidik KPK tak perlu lapor penyidik Polri, saat akan menyerahkan berkas perkara ke penuntut umum. Soal itu, menurut Tandra, dikecualikan untuk penyidik KPK dan Kejaksaan.
“Dikecualikan. Jadi gak perlu lapor penyidik polisi, gak. KPK, apa, penyidik PPNS Lain itu kalau mau melimpahkan ke JPU Lewat penyidik Polri Kecuali Kejaksaan dan KPK,” ucap Tandra.
“Karena di KPK itu penyidik dan penuntutnya ada. Kejaksaan juga penyelidik dan penuntut ada. Tetapi itu di dalam perkara korupsi. Kalau pidana umum memang Polri penyidik tunggal,” tambahnya.

Lebih lanjut, Tandra juga membantah bahwa dalam penuntutan di luar daerah hukum, penuntut umum harus mendapatkan surat pengangkatan sementara dari Jaksa Agung sebagai jaksa di daerah hukum penuntutan dilaksanakan.
“Tidak ada. Kan saya sudah ngomong tidak ada itu, tidak ada sama sekali dalam KUHAP. Tidak ada,” tegas Tandra.
KPK Sorot 17 Poin di RKUHAP
KPK berpendapat bahwa ada 17 poin di RKUHAP yang tidak sinkron dengan UU KPK. Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut bahwa poin aturan yang dipermasalahkan itu ditemukan usai KPK berdiskusi dan dan melaksanakan kajian internal.
"Dalam perkembangan diskusi di internal KPK, setidaknya ada 17 poin yang menjadi catatan dan ini masih terus kami diskusikan," kata Budi kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (16/7).
"Dan tentu nanti hasilnya juga akan kami sampaikan kepada Bapak Presiden dan DPR sebagai masukan terkait dengan Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana tersebut," jelas dia.
Berikut daftar poin catatan KPK terhadap aturan di RUU KUHAP tersebut:
Kewenangan penyelidik dan penyidik di UU KPK berpotensi dimaknai bertentangan dengan RKUHAP
Keberlanjutan penanganan perkara KPK hanya dapat diselesaikan berdasarkan KUHAP
Keberadaan penyelidik KPK tidak diakomodir R-KUHAP
R-KUHAP atur penyelidikan hanya mencari dan menemukan peristiwa tindak pidana
Keterangan saksi yang diakui sebagai alat bukti hanya yang diperoleh di tahap penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan
Penetapan tersangka yang ditentukan setelah penyidik mengumpulkan dan memperoleh dua alat bukti
Penghentian penyidikan wajib melibatkan penyidik Polri
Penyerahan berkas perkara ke Penuntut Umum melalui penyidik Polri
Penggeledahan terhadap tersangka dan didampingi penyidik Polri dari daerah hukum tempat penggeledahan
Penyitaan dengan permohonan izin Ketua PN
Aturan penyadapan
Larangan bepergian ke luar negeri hanya untuk tersangka
Pokok perkara tindak pidana korupsi tidak dapat disidangkan selama proses Praperadilan
Kewenangan KPK dalam perkara koneksitas tidak diakomodir
Perlindungan terhadap saksi/pelapor hanya oleh LPSK
Penuntutan di luar daerah hukum dengan pengangkatan sementara Jaksa Agung
Unsur Penuntut Umum
Terbaru, KPK mengaku sudah bersurat ke Presiden Prabowo Subianto dan pimpinan DPR RI untuk menggelar audiensi mengenai 17 poin tersebut. Namun, belum ada keterangan dari DPR bahwa surat itu sudah diterima.