
Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto, pada Senin (23/6). Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit dari sejumlah bank pelat merah kepada Sritex.
Pantauan kumparan, Iwan tiba sekitar pukul 09.45 WIB. Dia didampingi oleh tim kuasa hukumnya. Namun Iwan enggan memberikan keterangan terkait pemeriksaannya kali ini.
Sementara, Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, mengatakan Iwan telah dijadwalkan untuk menjalani pemeriksaan lanjutan hari ini.
"Iya, sesuai info penyidik yang bersangkutan di jadwal pemeriksaan lanjutan sebagai saksi hari ini," kata Harli saat dikonfirmasi.
Ini merupakan pemeriksaan keempat bagi Iwan. Dia sebelumnya telah menjalani serangkaian pemeriksaan oleh penyidik Jampidsus Kejagung pada Senin (2/6) Selasa (10/6), serta Rabu (18/6). Belum diketahui apa yang akan digali Kejagung dari Iwan pada pemeriksaan kali ini.
Adapun pada pemeriksaan sebelumnya, Rabu (18/6), Iwan melalui kuasa hukumnya Calvin Wijaya menyebut tidak tahu soal korupsi dana kredit. Dia mengaku kredit yang diberikan oleh sejumlah bank itu digunakan sesuai peruntukan.
"Nah, yang diketahui oleh klien saya ini kredit itu hanya untuk mengembang usaha dan untuk pembayaran kepada pekerja," ujar Calvin Wijaya saat itu.
Korupsi Kredit Sritex

Dalam kasus ini, Sritex mendapatkan dana kredit dari Bank DKI dan juga Bank BJB senilai ratusan miliar rupiah. Namun, pemberian kredit tersebut diduga tidak sesuai dengan ketentuan.
Bank DKI dan BJB diduga tidak melakukan analisis yang memadai terhadap Sritex sebelum pemberian kredit. Kedua bank juga diduga tidak mentaati prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan.
"Karena hasil penilaian dari lembaga peringkat Pitch dan Moody's disampaikan disampaikan bahwa PT Sri Rejeki Isman Tbk hanya memperoleh predikat BB- atau memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam jumpa pers di Kejagung RI, Rabu (21/5).
"Padahal seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitur yang memiliki peringkat A," tambahnya.
Ditambah lagi, kredit yang diberikan Bank DKI dan BJB diduga digunakan tak sesuai peruntukannya oleh Sritex, yakni modal kerja. Kredit tersebut diduga digunakan untuk membayar utang hingga membeli aset non-produktif.
Di sisi lain, nilai total outstanding kredit (tagihan yang belum dilunasi) oleh Sritex hingga bulan Oktober 2024 sebesar Rp 3.588.650.808.028,57. Nilai tersebut termasuk kredit terhadap sejumlah bank lainnya yang saat ini masih didalami Kejagung.
Kejagung baru menemukan dugaan kerugian negara sementara dari kredit yang bersumber dari dua bank yakni BJB dan Bank DKI senilai Rp 692 miliar. Penyidikan masih dilakukan terhadap pemberian kredit lainnya.
Dalam kasus ini, Kejagung baru menetapkan tiga orang tersangka. Mereka yakni:
Mantan Dirut Sritex, Iwan Setiawan Lukminto;
Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB tahun 2020, Dicky Syahbandinata;
Direktur Utama Bank DKI tahun 2020, Zainuddin Mappa.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.