REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI -- Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Herman Suryatman memberikan penjelaskan perihal surat berisi imbauan dari Gubernur Jabar Dedi Mulyadi untuk pembebasan tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Surat itu sudah dilayangkan kepada 27 kepala daerah di Jabar.
"Pak Gubernur menyampaikan arahan kepada kami untuk menyiapkan surat yang ditujukan ke 27 kepala daerah, yaitu bupati dan wali kota. Surat tersebut sudah dibuat, ditandatangani, dan dikirimkan ke 27 kepala daerah," ujar Herman di Kota Cimahi, Jumat (14/8/2025).
Herman mengatakan, surat itu berisi sebuah imbauan atau ajakan dari Dedi Mulyadi untuk membebaskan tunggakan para wajib pajak PBB, bukan pembebasan tahun berjalan. Selain itu, pembebasan disarankan hanya berlaku bagi wajib pajak perorangan.
"Beliau (Dedi Mulyadi) menghimbau dan mengajak para bupati dan wali kota untuk memberikan pembebasan pajak yang sifatnya personal, bukan untuk perusahaan atau badan hukum. Yang dibebaskan adalah tunggakan lama, bukan PBB tahun berjalan. Daripada menjadi beban, lebih baik dibebaskan agar fokus bisa diarahkan ke realisasi tahun ini," papar Herman.
Pemprov Jabar menilai kebijakan pembebasan tunggakan pembayaran PBB akan berdampak positif terhadap realisasi pajak daerah di kabupaten/kota di Jabar. Hal itu berkaca dari program pembebasan tunggakan pajak kendaraan bermotor (PKB) yang menurut Herman cukup berdampak terhadap raihan pajak.
"Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan PBB sebagaimana pembebasan pajak yang pernah dilakukan pada PKB dan BPNKB, yang ternyata capaian realisasinya luar biasa meskipun ada tunggakan yang hilang secara catatan," kata Herman.
Herman mengatakan, pihaknya melalui Badan Pengelola Pendapatan Daerah (Bappenda) Provinsi Jabar sudah melakukan pengecekan terhadap kewajiban masyarakat dalam membayarkan tunggakan PBB. Hasilnya, kata Herman, menunjukkan bahwa persentase penunggak yang membayar pajak di hampir semua kabupaten masih terbatas.
"Risiko dinilai relatif minimal karena realisasi pembayaran dari penunggak memang kecil setiap tahunnya. Daripada menunggu pembayaran yang tidak jelas, lebih baik fokus pada pajak tahun berjalan dan tahun-tahun berikutnya," kata dia.
Namun karena sifat suratnya hanya imbauan, kata Herman, keputusan terakhir tetap berada di tangan bupati atau wali kota di Jabar. Sebab, kebijakan penarikan PBB menjadi kewenangan daerah masing-masing, bukan Pemprov Jabar.
"Dari pihak Pak Gubernur sifatnya hanya himbauan dan ajakan, sedangkan keputusan ada di kabupaten/kota," kata Herman.
Kemudian Herman juga memastikan gaduh soal kenaikan PBB hingga 1.000 persen sudah berakhir. Wali Kota Cirebon disebutnya akan mengevaluasi kebijakan yang dibuat tahun 2024 itu. "Terkait Cirebon, kenaikan PBB yang terjadi adalah penetapan tahun 2024 sebelum wali kota dilantik. Setelah dilantik, wali kota menyampaikan kebijakan untuk tidak melanjutkan kenaikan tersebut," kata dia.