
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak seluruh nota keberatan atau eksepsi yang diajukan Nikita Mirzani dan kuasa hukumnya, Fahmi Bachmid dalam sidang perkara dugaan pemerasan secara elektronik.
Jaksa menganggap bahwa eksepsi yang disampaikan tak ditujukan langsung pada materi dakwaan dari jaksa.
"Pada prinsipnya penuntut umum menolak segala dalil maupun pembelaan dari Fahmi Bachmid and partner, advokat and legal consultants terhadap isi dakwaan penuntut umum," ujar jaksa saat membacakan tanggapan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (8/7).

"Eksepsi tidak ditujukan langsung pada materi dakwaan tapi hanya mengomentari soal cacat teknis dalam dakwaan," sambungnya.
Lebih lanjut, JPU menilai eksepsi dari Nikita tidak berdasar dan telah melampaui ruang lingkup tentang eksepsi karena telah menyangkut materi pokok perkara.
"(Padahal) Surat dakwaan atas nama Nikita Mirzani sudah memenuhi syarat formal, jelas, dan lengkap. Serta telah memenuhi syarat formil maupun materil sesuai dengan ketentuan pasal 143 ayat 2 KUHP," ucap jaksa.
JPU juga memastikan bahwa surat dakwaan Nikita Mirzani telah disusun sebagaimana mestinya dan telah sesuai dengan ketentuan pasal 143 ayat 2 KUHP.

Sehingga atas pertimbangan tersebut, jaksa pun meminta agar hakim untuk menolak keberatan atau eksepsi yang diajukan terdakwa dan kuasa hukumnya.
"Menyatakan eksepsi atau keberatan dari penasihat hukum dan terdakwa tidak dapat diterima demi hukum," kata jaksa.
"Menyatakan bahwa pemeriksaan perkara ini agar tetap dilanjutkan," tandasnya.
Sebelumnya, Nikita Mirzani didakwa melakukan tindak pidana pemerasan atau pengancaman secara elektronik terhadap Reza Gladys. Nikita juga didakwa lakukan tindakan pencucian uang atas uang yang ia terima dari Reza Gladys. Tindak pidana itu dilakukan Nikita bersama asistennya, Ismail Marzuki.
Atas perbuatannya, Nikita dan Ismail diduga melanggar Pasal 45 ayat 10 huruf A, Pasal 27B Ayat (2) UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang UU ITE dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Pasal 3 Undang-undang RI Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Gabungan pasal-pasal ini umumnya digunakan untuk menjerat pelaku utama maupun pihak yang terlibat dalam kasus pemerasan atau pengancaman secara elektronik.