REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM — Kementerian Kehutanan mengungkap jaringan pembalakan liar di kawasan hutan Keban Biri, Sumbawa. Dua orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni H (46) sebagai penanggung jawab mobilisasi kayu ilegal dan MS sebagai pengendali lapangan sekaligus pemilik kayu hasil tebangan.
Balai Penegak Hukum Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara menyebut kasus ini terungkap berkat laporan warga. Polisi hutan bersama TNI mengamankan truk yang dibawa H di pertigaan Dusun Uma Buntar, Desa Pelat, Kecamatan Unter Iwes, Sumbawa. Truk tersebut memuat 140 batang kayu ketimis dan 18 batang kayu jati yang disamarkan dengan tumpukan karung berisi gabah.
Penyelidikan menemukan kayu tersebut ditebang pada Februari dan Mei 2025 menggunakan gergaji mesin tanpa dokumen sah. H dan MS dijerat Pasal 88 ayat (1) huruf a jo. Pasal 16 UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp2,5 miliar.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB, Ahmadi, mengapresiasi langkah cepat aparat. “Kami akan memperkuat fungsi pembinaan, pengawasan, dan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan, termasuk mendorong peran aktif pemerintah daerah dalam mencegah pembalakan liar. Pencegahan akan selalu menjadi prioritas, tetapi jika terjadi pelanggaran, penegakan hukum harus dijalankan tanpa kompromi,” kata Ahmadi, Selasa (12/8/2025).
Ia menambahkan penindakan ini bagian dari upaya melindungi salah satu kawasan hutan terpenting di NTB. “Keban Miri dan Batulanteh bukan hanya hamparan pepohonan, tetapi jantung ekosistem yang menopang kehidupan masyarakat di hilir. Dari sini mengalir sumber air bagi pertanian, mengatur iklim mikro, dan menjadi benteng alami terhadap bencana. Kerusakan kawasan ini akan memicu kerugian yang jauh lebih besar dari sekadar nilai ekonomi kayu yang dijarah,” ujarnya.
Kepala Balai Penegak Hukum Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, Aswin Bangun, menegaskan penindakan ini bagian dari strategi memutus mata rantai pembalakan liar di kawasan strategis ekologi. Ia menilai praktik tersebut bukan pelanggaran biasa, tetapi bagian dari jaringan kriminal kehutanan.
“Penindakan tidak berhenti di lapangan, kami akan menelusuri aliran kayu, aliran uang, dan pihak yang berada di balik operasi ilegal ini,” tegasnya.
Kementerian Kehutanan mengingatkan pembalakan liar menimbulkan kerugian material dan non-material, mulai dari terganggunya fungsi ekologis hutan, penurunan kualitas sumber air, hingga meningkatnya risiko banjir dan longsor. Dampak ini, ujarnya, berimbas langsung pada kehidupan masyarakat.