BITUNG – Tak dilengkapi dokumen persyaratan, sebanyak 800 kilogram daging celeng di Pelabuhan Samudera Bitung, ditahan Badan Karantina Indonesia (Barantin) melalui Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Sulawesi Utara (Karantina Sulut), Senin (11/8). Selain tak ada dokumen, daging ini juga tidak dilaporkan ke petugas karantina.
Kepala Karantina Sulut, I Wayan Kertanegara, dalam keterangan tertulisnya mengatakan jika 800 kg daging celeng atau babi hutan yang ditahan, dikemas dalam 10 boks Stirofoam.
Dijelaskan Wayan, penemuan ini berawal dari pengawasan rutin yang dilakukan Satuan Pelayanan Karantina di Bitung. Pada pemeriksaan itu, petugas mencurigai 10 boks di kapal KM Sabuk Nusantara 59.
Setelah dilakukan pemeriksaan, akhirnya diketahui daging celeng itu berasal dari Pulau Falabisahaya, Kecamatan Mangoli Utara, Kabupaten Kepulauan Sula. Pemilik daging mengaku tak mengetahui prosedur karantina, usai tak mampu menunjukkan dokumen persyaratan berupa sertifikat karantina dari daerah asal.
“Komoditas tersebut kita tolak pemasukannya ke Bitung, dan kita lakukan tindakan karantina penolakan, atau dikembalikan ke daerah asal,” ungkap Wayan.
Sementara terhadap pemilik, Karantina Sulut memberikan peringatan dan pembinaan, agar setiap melalulintaskan hewan, ikan, tumbuhan maupun produknya, harus dilaporkan ke petugas karantina di tempat pengeluaran dan tempat pemasukan, sesuai Undang-undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.
Lebih lanjut, Wayan menjelaskan bahwa penyelundupan daging babi hutan itu berisiko menyebarkan penyakit seperti Demam Babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) serta penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau Foot and Mouth Disease (FMD).
Hal ini menurutnya justru dapat merusak produktivitas ternak babi di wilayah Bitung dan sekitarnya.
"Hal tersebut juga untuk melindungi sektor ekonomi, kesehatan lingkungan, dan kesehatan masyarakat serta mencegah penyebaran penyakit yang dapat merugikan sektor peternakan hingga kesehatan masyarakat di Sulawesi Utara," ujar Wayan kembali.