
Militer Israel serang provinsi Sweida, Suriah. Di wilayah itu, bentrokan pecah antara pejuang Druze dan suku Badui (Badawi atau Bedouin) dan menewaskan setidaknya 37 orang.
Pasukan keamanan pemerintah pada Senin (14/7) mengirim pasukan ke Sweida untuk memulihkan keamanan. Bahkan, Kementerian Keamanan Suriah telah mengumumkan gencatan senjata di sana.
Namun di hari yang sama, militer Israel menyerang tank militer Suriah dengan alasan melindungi kelompok minoritas Druze.
Dikutip dari AP, Selasa (15/7), Druze di Israel dipandang sebagai kelompok minoritas yang loyal dan sering bertugas di angkatan bersenjata.
Media pemerintah SANA tidak memberikan detail apa pun terkait serangan tersebut. Namun, pemantau perang asal Inggris, Observatorium Suriah untuk HAM, mengatakan Israel menyerang tank milik militer ketika pasukan Suriah mulai bergerak masuk ke dalam kota Sweida.

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengatakan militernya menyerang target di Suriah sebagai sebuah pesan dan peringatan jelas terhadap rezim Suriah.
"Kami tak akan membiarkan Druze di Suriah dirugikan," kata Katz.
Meski banyak penganut Druze di Suriah yang tidak ingin Israel ikut campur, tapi faksi-faksi minoritas juga menaruh kecurigaan terhadap pemerintahan baru di Damaskus, khususnya setelah serangan terhadap Alawi dan kelompok minoritas lainnya.
Hari ini, pemimpin agama dari komunitas Druze di Suriah menyerukan agar faksi-faksi bersenjata yang bentrok dengan pasukan pemerintah untuk menyerahkan senjata dan bekerja sama dengan pihak berwenang. Namun, salah satu otoritas keagamaan utama kemudian mencabut seruan itu.
Awalnya, pemimpin agama menyerukan agar faksi-faksi bersenjata di Sweida bekerja sama dengan pasukan Kementerian Dalam Negeri, tidak melawan masuknya pasukan, dan menyerahkan senjata kepada Kementerian Dalam Negeri. Mereka juga diminta agar dialog dengan pemerintah Suriah dibuka untuk mengatasi dampak dari bentrokan.

Komandan Keamanan Dalam Negeri di Sweida, Brigjen Ahmad al-Dalati, menyambut pernyataan itu.
"Saya meminta semua otoritas keagamaan dan aktivis sosial untuk mengadopsi sikap nasional yang bersatu, yang mendukung langkah-langkah Kementerian Dalam Negeri untuk memperluas otoritas negara dan mencapai keamanan di seluruh provinsi," katanya.
Pemimpin spiritual Druze yang menentang pemerintah di Damaskus, Sheikh Hikmat Al-Hijri, mengatakan pernyataan awal dikeluarkan setelah kesepakatan di pihak berwenang di Damaskus.
"Namun, mereka melanggar janji dan terus melanjutkan penembakan tanpa pandang bulu terhadap warga sipil tak bersenjata. Kami jadi sasaran perang pemusnahan total," katanya.
Druze merupakan kelompok minoritas yang dimulai sebagai cabang Islam Syiah pada abad ke-10. Separuh dari sekitar 1 juta penganut Druze di seluruh dunia tinggal di Suriah, dan sebagian tinggal di Lebanon dan Israel.
Penganut Druze juga tinggal di Dataran Tinggi Golan yang direbut Israel dari Suriah dalam perang pada 1967 dan dianeksasi pada 1981.