REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indef menilai disfungsi tata niaga beras menjadi penyebab utama melonjaknya inflasi pangan pada Juli 2025. Kenaikan harga beras dalam negeri terjadi meskipun pasar global justru mengalami koreksi tajam karena panen raya dan pemulihan ekspor.
Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development (FESD) Indef, Abra Talattov, mengatakan disfungsi tata niaga beras dan lemahnya pengawasan mutu memperburuk stabilitas harga pangan nasional.
“Beras menjadi kontributor utama inflasi dengan kontribusi 0,06 persen terhadap inflasi umum,” kata Abra dalam Monthly Update edisi Juli 2025 bertajuk “Pasar Pangan Rawan Manipulasi, Subsidi Energi Rawan Membengkak”, di Jakarta, Ahad (3/8/2025).
Menurut Abra, skandal beras oplosan mencerminkan lemahnya kontrol negara terhadap distribusi pangan. Sebanyak 79 persen merek beras yang diuji tidak memenuhi standar mutu, yang berujung pada erosi kepercayaan publik dan ketimpangan harga antarwilayah.
“Dampaknya adalah distorsi distribusi publik dan munculnya disparitas harga yang makin lebar,” ujarnya.
Secara global, harga beras Vietnam dan Thailand bahkan turun lebih dari 30 persen secara tahunan akibat panen besar dan pulihnya ekspor India. Namun di Indonesia, harga masih tinggi karena pasar domestik tidak merespons koreksi global.
“Indeks harga turun ke kisaran 80–86. Ini menciptakan disparitas besar dengan harga beras di Indonesia yang masih tinggi,” jelas Abra.
Tekanan juga datang dari sisi hulu. Harga pupuk melonjak tajam akibat pembatasan ekspor dan kenaikan harga gas alam sebagai bahan baku utama. Data per Juni 2025 menunjukkan harga DAP naik 31,79 persen (YoY), tertinggi sejak awal 2024, sedangkan Urea naik 24,71 persen.
“Kenaikan harga beras jadi pemicu inflasi domestik Juli 2025. Inflasi umum naik didorong harga beras,” kata Abra.
Inflasi bulanan (MoM) naik menjadi 0,30 persen di Juli, dari 0,19 persen pada Juni. Hal ini disebabkan kenaikan harga beras medium sebesar 1,26 persen dan premium sebesar 2,51 persen. Inflasi tahunan (YoY) juga meningkat menjadi 2,37 persen atau tertinggi dalam empat bulan terakhir yang didominasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
Komoditas pangan lain cenderung stagnan. Cabai merah keriting turun 1,76 persen, memperpanjang tren penurunan dari lonjakan awal tahun.
Daging ayam ras turun tipis 0,14 persen, sementara gula konsumsi dan minyak goreng nyaris tidak bergerak (masing-masing 0,41 persen dan 0,00 persen).
Sebaliknya, bawang merah mengalami kenaikan tajam sebesar 4,30 persen. Abra menyebut inflasi komponen bergejolak naik ke 1,25 persen (MoM) dan 3,82 persen (YoY), setelah sebelumnya sempat mencatat angka negatif pada Mei–Juni.
“Pergerakan ini selaras dengan kenaikan harga pangan segar, terutama beras dan bawang,” kata Abra.