
Nama Helsya Maeisyaroh sudah cukup dikenal di sepak bola wanita Indonesia. Pemain yang pernah membela klub Jepang FC Ryukyu ini merupakan bagian penting di Garuda Pertiwi.
Tapi, di balik seragam Merah Putih yang ia kenakan, ada kegelisahan yang masih terasa: sampai sekarang, belum ada Liga 1 Putri yang berjalan secara reguler.
Kepada kumparanBOLANITA, Helsya mengaku kerap merasa bingung saat ditanya, “Sekarang main di tim mana?”
“Karena kita nggak punya tim, bingung harus jawab apa, kan. Mungkin kalau misalnya ada PON, kita bisa bilang habis dari Timnas mau latihan di PON. Tapi kalau nggak ada? Nggak tahu harus jawab apa,” kata Helsya saat ditemui di Hotel Grand Mercure Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (19/6).
Bagi Helsya, keberadaan liga bukan sekadar formalitas. Liga penting untuk jadi tempat berkembang, mengasah kemampuan, dan menambah jam terbang para pemain. Apalagi, di level internasional, lawan-lawan Indonesia punya bekal kompetisi yang jauh lebih matang.
“Menurut aku, penting banget sih buat sekarang ini dibikin Liga 1 Wanita. Ya nggak usah banyak-banyak lah. Maksudnya yang mau-mau aja. Saya juga yakin tim-tim besar pasti mau kok bikin tim buat wanitanya. Karena itu juga bakal ngaruh ke mereka sendiri, ada timbal baliknya,” jelasnya.

Helsya juga mempertanyakan kenapa Timnas Indonesia, yang seharusnya jadi representasi tertinggi di level nasional, tidak punya liga untuk menopang eksistensinya. “Mengapa sekelas timnas tidak punya klub?” ujarnya heran.
Saat ditanya apa langkah paling mendesak yang harus diambil PSSI atau klub-klub di Indonesia untuk menghidupkan kembali sepak bola wanita, Helsya menyebut momen keberhasilan Timnas Wanita Indonesia U-19 di AFF seharusnya jadi titik balik.
“Seharusnya setelah pertandingan kemarin yang kita lihat U-19 dapat juara 3, itu sudah harus terbuka matanya buat bikin Liga 1 Wanita. Delapan atau 10 tim saja, sedikit nggak masalah. Yang penting jalan setiap tahunnya,” ucap Helsya.
Ia juga menyoroti kondisi para pemain yang kesulitan mencari pemasukan jika tidak ada kompetisi yang berjalan. “Kita juga nggak mau kalau misalnya kita beralih ke futsal. Cuma kita juga bingung. Kita nggak tahu pendapatan dari mana lagi selain di sepak bola.”
“Jadi aku berharap, semoga sedikit saja tim, dan sebulan atau dua bulan saja bikin liga setiap tahunnya. Itu selalu ada buat kita-kita. Bukan buat aku sih, ya mungkin aku bisa targetin main di luar. Tapi ini buat adik-adik aku nanti,” tutupnya.
Helsya sendiri pernah merasakan atmosfer Liga 1 Putri saat edisi perdana yang digelar pada 2019 silam. Ia membela Tira-Persikabo Kartini dan berhasil membawa timnya finis sebagai runner-up.
Di turnamen itu, nama Helsya bersinar dan ia pun dinobatkan sebagai Best Young Player alias pemain muda terbaik.