Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono, tidak bisa membuktikan asal-usul uang Rp 21,9 miliar yang ditemukan penyidik di rumahnya.
Hakim ad hoc Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Andi Saputra, menyebut uang itu disita penyidik Kejagung usai menggeledah rumah Rudi yang berlokasi di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Adapun uang senilai Rp 21,9 miliar tersebut terdiri dalam bentuk rupiah dan mata uang asing.
Hal itu disampaikan Andi saat membacakan pertimbangan Majelis Hakim dalam sidang putusan kasus dugaan suap pengaturan vonis bebas Ronald Tannur, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (22/8).
"Bahwa telah ditemukan dua tas ransel dan dua koper di dalam mobil yang diparkir di rumah terdakwa, beralamat di Jalan Cempaka Putih Barat, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, yang berisi beberapa mata uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing," ujar Andi dalam persidangan, Jumat (22/8).
"Dalam bentuk rupiah total sejumlah Rp 1.721.569.000 (Rp 1,7 miliar), dalam bentuk dolar Amerika Serikat total sejumlah USD 383.000, dalam bentuk dolar Singapura total sejumlah SGD 1.099.581," ungkap dia.
Andi menyebut, bahwa selama persidangan Rudi mengakui uang tersebut berada di rumahnya dan dalam penguasaannya.
"Namun, terdakwa tidak dapat memberikan penjelasan yang masuk akal mengenai asal-usul aset tersebut, tidak dapat menunjukkan bukti penghasilan yang sah yang dapat menghasilkan aset sebesar itu, dan tidak pernah melaporkan aset tersebut kepada pihak yang berwenang," tutur Andi.
Andi mengatakan, jumlah uang yang ditemukan dari rumah Rudi tersebut tidak wajar dan tidak sesuai dengan penghasilan seorang hakim.
"Bahwa jumlah aset yang ditemukan jelas tidak wajar, jumlah yang sangat fantastis, dan tidak sesuai dengan penghasilan seorang hakim, Ketua Pengadilan Negeri, Pegawai Negeri Sipil," ucap Andi.
"Dan jauh melampaui kemampuan finansial normal seorang PNS hakim yang mengandalkan gaji resmi sekitar Rp 35 juta per bulan," imbuhnya.
Tak hanya itu, uang yang ditemukan dari rumah Rudi tersebut juga mengindikasikan bahwa penerimaannya dan bertentangan dengan kewenangan dan tugasnya.
"Bahwa ditemukan juga dokumen-dokumen catatan berupa tulisan tangan di mana hal ini mengindikasikan bahwa hasil tersebut diterima dalam konteks yang berhubungan dengan jabatan terdakwa sebagai Ketua Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Surabaya dan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas IA Khusus," pungkas Andi.
Dalam putusannya, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman terhadap Rudi dengan pidana 7 tahun penjara terkait kasus dugaan suap pengaturan vonis bebas Ronald Tannur.
Selain pidana badan, Rudi juga dihukum pidana denda sebesar Rp 750 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.