Totopong saat ini mulai dikenal masyarakat luas karena digunakan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Banyak masyarakat yang penasaran dengan filosofi totopong. Terutama bagi masyarakat yang bukan berasal dari Jawa Barat.
Totopong saat ini sudah jarang digunakan sehari-hari oleh masyarakat. Aksesoris tersebut biasanya hanya digunakan untuk acara-acara tertentu.
Penjelasan Filosofi Totopong atau Ikat Kepala dari Sunda
Indonesia terdiri dari ribuan suku yang masing-masing memiliki adat, kebudayaan, dan bahasa yang berbeda. Salah satu suku di tanah air adalah Sunda. Dikutip dari buku Mengenal Suku-suku di Indonesia, Wijayanto (2022:17), Suku Sunda merupakan kelompok etnis yang berasal dari Pulau Jawa bagian barat yang ada di Indonesia.
Sama seperti suku lainnya, Sunda memiliki pakaian adat tersendiri. Pada pakaian adat atau tradisional, biasanya akan dilengkapi dengan berbagai macam aksesoris.
Para pria Sunda biasanya menggunakan totopong sebagai aksesoris. Totopong merupakan ikat kepala atau penutup kepala khas suku tersebut. Totopong juga biasa disebut sebagai iket. Totopong menggunakan kain batik dengan variasi bentuk dan makna filosofis yang berbeda. Lantas, apa filosofi totopong?
Secara filosofis, iket berasal dari kata saiket yang artinya adalah satu kesatuan hidup. Selain itu makna filosofis lainnya yaitu keteguhan pendirian dan pengendalian diri. Totopong digunakan juga sebagai identitas budaya Sunda
Mengenal Lebih Jauh Totopong atau Iket
Jika dilihat dari sejarahnya, totopong atau iket terbagi menjadi dua, yakni iket buhun dan iket kiwar. Iket buhun merupakan jenis iket dengan model zaman dahulu yang dibentuk dari kain persegi empat dan dilipat dengan aturan-aturan tertentu. Sementara iket kiwari adalah model modern, tetapi bentuk dan modelnya mirip iket buhun.
Meskipun serupa, tetapi kedua jenis iket Sunda tersebut memiliki perbedaan. Perbedaan yang paling signifikan dapat dilihat dari warna, motif, dan corak kain. Kedua iket tersebut ternyata terbagi lagi menjadi beberapa jenis. Adapun jenis iket buhun dan kiwari sebagai berikut.
Filosofi totopong atau ikat kepala khas Sunda adalah keteguhan pendirian, identitas budaya, dan kesatuan hidup. Sudah selayaknya totopong dilestarikan dan dikenalkan secara luas. (FAR)