
PENGHEMATAN uang negara semestinya tak berhenti di pembatalan pemberian tunjangan perumahan bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). Beragam tunjangan anggota parlemen perlu untuk dievaluasi. Itu juga seharusnya berlaku pada menteri dan wakil menteri agar sejalan dengan gaung efisiensi yang dibawa oleh Presiden Prabowo Subianto.
Akademisi sekaligus pengamat kebijakan publik Andrinof Chaniago menilai, uang yang dibawa pulang oleh anggota DPR, menteri, dan wakil menteri terlampau besar, melebihi kewajaran dan kebutuhan.
Salah satu yang ia sorot ialah mengenai tunjangan komunikasi yang dikantongi anggota parlemen setiap bulannya, yakni mencapai Rp12 juta. "Coba saja diuji total berkomunikasi palang lama dalam sebulan berapa dan paket pulsa yang habis berapa?" kata Andrinof saat dihubungi, Rabu (3/9).
"Orang yang kerjanya paling sibuk berkomunikasi dengan alat komunikasi jenis apa pun tidak akan menghabiskan biaya lebih dari Rp3 juta per bulan," lanjutnya.
Pun demikian dengan tunjangan perumahan yang sebesar Rp50 juta per bulan. Besaran ini menunjukkan antipati para wakil rakyat terhadap rakyatnya sendiri. Andrinof bahkan menyatakan itu merupakan bentuk stigma dari parlemen bahwa masyarakat tak tahu menahu perihal itu.
Acuan untuk menentukan besaran tunjangan para elite politik di parlemen, menteri, dan wakil menteri pun dinilai tak relevan. "Ketidakjujuran berulang-ulang dalam berhitung itulah yang membuat masyarakat makin kesal melihat perilaku wakil-wakil rakyat tersebut," kata Andrinof.
"Dengan sudah mempertimbangkan faktor kenyamanan dan kelancaran kerja, besaran tunjangan-tunjangan itu tetap melebihi kewajaran. untuk Menteri dan wakil menteri juga begitu," lanjut eks Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional periode 2014-2015 itu.
Gaji Menteri dan Kesenjangan Sosial
Senada, pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia Roy Valiant Salomo menilai gaji dan ragam tunjangan yang diterima oleh anggota DPR, menteri, dan wakil menteri berkontribusi pada kesenjangan dan ketidakadilan sosial di Tanah Air.
Menurutnya itu menjadi urgen untuk diperbaiki agar kesenjangan dan ketidakadilan sosial itu tak terus menganga. Perbedaan gaji antara anggota DPR, menteri, dan wakil menteri dengan upah minimum yang diterima masyarakat seharusnya tak terlampau jauh.
"Ini semua membutuhkan komitmen atau political will yang tinggi dari pemimpin politik dan pemerintahan di negara ini. Itu yang belum saya lihat di negara ini. Elite politik dan pemerintahan hanya memikirkan kepentingannya sendiri," kata Roy dihubungi terpisah.
Adapun diketahui belanja rutin pegawai merupakan salah satu sumber pengeluaran terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (Mir/M-3)