Setelah kontraksi sejak April 2025, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur akhirnya menggeliat dengan posisi ekspansi pada Agustus 2025, dengan nilai 51,5.
Berdasarkan survei S&P Global, industri manufaktur Indonesia menunjukkan perbaikan kondisi bisnis yang tergolong moderat. Pendorong utamanya adalah output dan pesanan baru.
S&P Global mencatat kedua variabel pembentuk kinerja manufaktur itu mengalami pertumbuhan untuk pertama kali dalam lima bulan dan pada laju solid. Hal ini diiringi dengan upaya perusahaan manufaktur Indonesia meluncurkan produk baru dan mendapatkan pelanggan baru.
Peningkatan permintaan produk industri dalam negeri berasal dari pasar domestik juga internasional. Volume pesanan ekspor baru meningkat pada laju tercepat sejak bulan September 2023.
Ekonom S&P Global Market Intelligence, Usamah Bhatti, mengatakan perbaikan kinerja manufaktur ini terjadi pada awal kuartal III 2025 menunjukkan kondisi operasional membaik untuk pertama kali dalam lima bulan.
Menurut dia, untuk mengakomodir peningkatan pesanan baru dan produksi, perusahaan meningkatkan jumlah tenaga kerja dan pembelian untuk menyesuaikan permintaan dan kebutuhan produksi. Selain itu, perusahaan juga memanfaatkan stok barang jadi yang ada untuk menyelesaikan pesanan.
“Perusahaan juga berharap pertumbuhan output dapat berlanjut dalam waktu dekat, seiring menguatnya optimisme terhadap prospek tahun mendatang,” tutur Usamah dalam riset S&P Global, Senin (1/9).
Di saat yang bersamaan, Usamah melihat inflasi biaya tetap solid pada Agustus, meskipun turun pada tingkat terendah dalam lima tahun terakhir.
“Namun demikian, perusahaan memilih untuk meneruskan kenaikan beban biaya kepada klien guna melindungi margin, dengan harga output naik pada laju tertinggi sejak bulan Juli 2024,” tutupnya.
Sebelumnya PMI manufaktur Indonesia kontraksi sejak April 46,7, lalu Mei 47,4, Juni 46,9, dan Juli 49,2.