Jakarta, CNBC Indonesia - Jelang pengumuman resmi realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 oleh BPS besok, Selasa (5/8/2025), sejumlah ekonom pesimistis angka produk domestik bruto (PDB) RI bisa mencapai 5%.
Artinya, angka PDB RI pertumbuhannya tak akan lebih baik dari kuartal I-2025 yang hanya tumbuh 4,87% secara tahunan (yoy).
Ekonom yang juga merupakan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, pada kuartal II-2025 pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan berada pada kisaran 4,7%-4,8% yoy, disebabkan tekanan dari sisi konsumsi rumah tangga efek melemahnya daya beli masyarakat.
"Proyeksi kami memang di bawah pertumbuhan kuartal I, di kisaran 4,7-4,8%. Penyebab perlambatannya itu memang di konsumsi rumah tangga, di kisaran 4,75-4,85%," ucap Faisal kepada CNBC Indonesia, Senin (4/8/2025).
Faisal mengatakan, selain konsumsi rumah tangga yang kinerjanya kian buruk akibat daya beli masyarakat melemah, komponen lainnya pertumbuhan PDB seperti net ekspor juga masih belum banyak berkontribusi karena pada kuartal II-2025 surplus neraca perdagangan kian menyusut.
"Belanja pemerintah juga diperkirakan masih negatif, ini juga berpengaruh terhadap perlambatan. Mungkin yang sedikit lebih cepat adalah di investasi, yang kita perkirakan sudah di atas 3% dari yang kuartal I hanya tumbuh 2%," tegas Faisal.
Walaupun pemerintah sudah menggelontorkan berbagai stimulus melalui paket kebijakan ekonomi hingga kuartal II-2025, Faisal memperkirakan ekonomi RI tak akan tumbuh lebih kencang dari kuartal I-2025. Tak mengherankan, karena kuartal II-202 sudah sepi faktor musiman yang sebetulnya tak mampu mendorong lebih cepat pertumbuhan pada kuartal I.
"Jadi overall tetap lebih lambat dari Q1 walaupun ada stimulus paket kebijakan pemerintah untuk dorong konsumsi itu kan relatif sangat terbatas, dan diberikannya juga jelang akhir kuartal II, jadi artinya tidak banyak membantu pertumbuhan ekonomi dan konsumsi rumah tangga," tegasnya.
Pandangan serupa disampaikan oleh ekonom yang menjadi Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Ia turut menegaskan bahwa pertumbuhan kuartal II-2025 hanya akan di kisaran 4,5-4,7% yoy, karena tidak ada lagi pendorong musiman setelah lebaran.
"Dan daya beli sedang lesu, PMI Manufaktur juga terkontraksi, sementara lapangan kerja ekspektasi nya melemah. Bahkan sebagian industri tengah bersiap efisiensi besar besaran terimbas tarif AS dan lonjakan impor produk dari AS," tegas Bhima.
"Kita berada pada perfect storm, badai yang sempurna baik dari sisi eksternal dan internal. Kuartal ke III dan ke IV nampaknya bisa lebih berat," paparnya.
Kian melemahnya laju pertumbuhan ekonomi Indonesia ini membuat Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tahun tidak akan mencapai target pemerintah di kisaran atas 5%.
Berdasarkan Kajian Tengah Tahun Indef, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan berada di kisaran 4,5% hingga akhir tahun 2025, melambat dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan pertama 4,8%.
Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, Riza A. Pujarama menjelaskan proyeksi pertumbuhan ekonomi telah termoderasi dengan mempertimbangkan berbagai dinamika, baik domestik maupun global.
Salah satunya, faktor eksternal seperti dampak negosiasi tarif impor antara Pemerintah RI dengan Amerika Serikat yang dapat berkontribusi terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,031%.
"Penurunan tersebut masih dalam rentang proyeksi kami, sejalan dengan ekspektasi makro Indef," ujar Riza dalam diskusi publik, Selasa (29/7/2025).
Lebih lanjut, Indef menilai perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional ini mencerminkan persoalan struktural yang serius, terutama dari sisi domestik.
"Persoalan utama terletak pada penurunan daya beli, yang terlihat dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang terbatas," dikutip dari Kajian Tengah Tahun Indef Juli 2025,
Tak hanya itu, Indef mencatat konsumsi pemerintah pun menunjukkan perlambatan. Diiringi dengan komponen investasi yang diukur dari Pertumbuhan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB), juga hanya tumbuh di bawah 3%.
"Pertumbuhan komponen ekonomi domestik yang terbatas dan goncangan ekonomi global dinilai dapat menurunkan pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional," kata Indef.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Nasib Ekonomi RI di Tangan Pemerintah, Belanja Harus Digas!