
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Pramudya Iriawan Buntoro, mengungkapkan bahwa masih banyak peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) yang belum terdaftar dalam program Jaminan Pensiun (JP). Padahal, kedua program ini saling melengkapi sebagai bentuk perlindungan di hari tua.
Pramudya memaparkan, sampai dengan Kamis (24/7), jumlah peserta khusus untuk program Jaminan Pensiun telah mencapai 14 juta orang, sedangkan jumlah peserta Jaminan Hari Tua hingga saat ini mencapai 19 juta orang.
Artinya, masih terdapat sekitar 5 juta peserta JHT yang belum ikut serta dalam program JP. Pramudya pun menyatakan bahwa hal ini perlu menjadi perhatian serius untuk dicarikan solusi ke depan.
“Jadi, belum semua peserta program Jaminan Hari Tua menjadi peserta Jaminan Pensiun. Itu salah satu catatan yang jadi perlu kita carikan solusinya,” ucap Pramudya dalam acara Jaminan Pensiun 1 Dasawarsa di Kantor Pusat BPJS, Jakarta Selatan, Kamis (24/7).
Ia pun menyoroti pentingnya kesinambungan antara dua program tersebut demi menjamin manfaat jangka panjang bagi pekerja. Per 2024, BPJS Ketenagakerjaan tercatat telah menyalurkan manfaat pensiun kepada sekitar 180 ribu penerima, sebagian besar merupakan pensiun survivor, atau ahli waris peserta program jaminan pensiun.

“Kalau sekarang, kebanyakan penerimaan 180 ribu itu adalah penerimaan manfaat pensiun survivor. (Seperti) janda, duda, anak, dan orang tua,” jelas Pramudya.
Ke depan, ia menyebutkan, manfaat pensiun hari tua bagi pekerja aktif saat ini akan mulai dirasakan secara lebih luas pada 2030 dan seterusnya. "Dan Insyaallah nanti di 2030, 2031, dan seterusnya, kita akan menerima manfaat pensiun hari tua, memberikan manfaat penerimaan hari tua," tutur Pramudya.
Adapun Jaminan Hari Tua menurut website resmi BPJS Ketenagakerjaan merupakan program perlindungan yang diselenggarakan untuk memberi manfaat berupa uang tunai yang dibayarkan sekaligus saat peserta mencapai usia 56 tahun, mengundurkan diri dan tidak bekerja di tempat lain, terkena PHK, pindah ke luar negeri secara permanen, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia, dengan manfaat diberikan kepada ahli waris jika peserta meninggal.
Selain itu, peserta juga dapat mencairkan sebagian saldo, maksimal satu kali, sebesar 10 persen untuk persiapan pensiun atau hingga 30 persen untuk kepemilikan rumah, asalkan sudah terdaftar minimal 10 tahun.
Sementara program Jaminan Pensiun memberikan manfaat uang tunai bulanan berupa pensiun hari tua bagi peserta yang telah membayar iuran selama minimal 15 tahun atau 180 bulan saat mencapai usia pensiun, pensiun janda/duda untuk pasangan yang terdaftar hingga meninggal atau menikah lagi, pensiun cacat bagi peserta dengan cacat total tetap setelah minimal satu bulan menjadi peserta dengan kepesertaan aktif (density rate 80 persen), serta pensiun anak yang diberikan kepada maksimal dua anak dari peserta hingga usia 23 tahun atau hingga anak menikah, bekerja, atau meninggal dunia.
Sebelumnya, BPJS Ketenagakerjaan telah menetapkan mulai tahun 2025 manfaat JP bisa dicairkan saat peserta berusia 59 tahun. Meskipun, peserta tersebut sudah pensiun dari pekerjaannya sebelum 59 tahun.
Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan, Oni Marbun, menuturkan manfaat JP pekerja swasta baru dapat diambil saat usia 59 tahun, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 yang menetapkan usia pensiun di Indonesia.
Sehingga, kata Oni, peserta bisa mencairkan manfaat JP setelah memasuki usia pensiun yang telah ditetapkan sesuai aturan yang berlaku, dalam hal ini Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.
"Pemerintah baru saja menaikkan usia pensiun pekerja menjadi 59 tahun. Hal ini sesuai dengan amanah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 tahun 2015," jelasnya kepada kumparan, dikutip Kamis (24/7).