Liputan6.com, Jakarta Sejak kepergian Massimiliano Allegri, Juventus mengalami perubahan signifikan, terutama di kursi pelatih. Klub sempat menunjuk Thiago Motta dengan harapan ide progresifnya bisa membawa era baru di Turin.
Namun, masa Motta di Juventus berjalan singkat dan tidak memberikan kesan mendalam bagi suporter maupun manajemen. Akhirnya, ia digantikan oleh Igor Tudor yang datang di tengah musim.
Tudor langsung memberikan stabilitas dengan membawa Juventus finis di peringkat empat dan mengamankan tiket Liga Champions. Performa itu membuat manajemen mempercayainya untuk melanjutkan proyek musim ini.
Kontradiksi Gaya Main Motta dan Tudor
Kemenangan 2-0 atas Parma di laga pembuka Serie A 2025/26 menjadi bukti awal perbedaan pendekatan kedua pelatih. Musim lalu, Juventus asuhan Motta hanya bermain imbang 2-2 pada laga yang sama di Allianz Stadium.
Tudor lebih menekankan kepercayaan diri dan pengambilan keputusan pemain di lapangan. Para pemain diberi kebebasan untuk melakukan dribel ketika perlu dan memanfaatkan rekan sebagai opsi, bukan sekadar bermain aman dengan umpan pendek.
Data memperkuat perubahan ini. Juventus mencatat 456 operan akurat, dengan 170 di antaranya menuju sepertiga akhir. Sebaliknya, di era Motta, ada 538 operan akurat, tapi hanya 146 yang progresif.
Filosofi Bertahan yang Lebih Praktis
Salah satu perbedaan mencolok lainnya terlihat di lini pertahanan. Motta cenderung menekankan membangun serangan dari belakang dalam segala situasi, sementara Tudor lebih pragmatis ketika tim berada di bawah tekanan.
Dalam laga kontra Parma akhir pekan kemarin, Juventus mencatat 18 sapuan bola, lebih banyak dibanding 11 pada pertemuan musim lalu di bawah Motta. Hal ini menunjukkan kesediaan tim untuk bermain lebih sederhana ketika dibutuhkan.
Statistik expected goals (xG) juga mendukung efektivitas pendekatan Tudor. Parma hanya mencatat xG 0,6 dalam kekalahan 0-2, sedangkan musim lalu mereka menghasilkan xG 1,17 dan berhasil mencetak dua gol.
Awal Menjanjikan, Tantangan Masih Panjang
Meski awalnya meyakinkan, Tudor tetap menghadapi tantangan berat. Serie A adalah maraton 38 pertandingan, di mana konsistensi akan menjadi kunci untuk membuktikan dirinya sebagai pelatih papan atas.
Skuad Juventus memang terlihat lebih tajam, energik, dan fleksibel secara taktik dibanding musim lalu. Namun, mempertahankan intensitas dan hasil positif sepanjang musim jelas bukan hal mudah.
Untuk saat ini, Juventus tampak berada di jalur yang lebih stabil dan menjanjikan. Tudor telah menghadirkan kombinasi permainan langsung, kerja keras, dan kepercayaan diri yang memberi harapan baru bagi penggemar Bianconeri.
Sumber: Max Statman