Jakarta, CNBC Indonesia - Researcher bagian ekonomi untuk Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Deni Friawan menyoroti arah belanja negara yang dinilai tidak adil dan akan memperburuk beban masyarakat.
Menurutnya, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2026, alokasi anggaran justru lebih banyak terserap dalam program-program besar yang dampaknya belum terasa.
"Belanja bantuan dan perlindungan sosial itu terus mengecil. Kita dengar berita bahwa pemerintah berencana akan menaikkan iuran BPJS. Di sisi lain program-program mahal, prioritas pemerintah, dan dampaknya hingga saat ini itu masih tidak efektif atau tidak mendesak, itu tetap dijalankan," ujar Deni dalam diskusi publik CSIS, Selasa (2/9/2025).
Deni mencontohkan beberapa program pemerintah yang menurutnya perlu dipertanyakan pertanggungjawaban dan transparansi dari penggunaannya nanti.
Seperti Makan Bergizi Gratis yang anggarannya meningkat dari Rp 171 pada tahun 2025 meningkat jadi Rp 335 triliun dalam RAPBN 2026 dan menguasai 44% dari anggaran pendidikan.
Selain itu, anggaran belanja untuk pertahanan, keamanan, dan ketertiban sebesar Rp335,2 triliun, melonjak dari outlook 2025 yang sebesar Rp247,5 triliun atau mencakup hampir 19% dari keseluruhan belanja pemerintah.
"Permasalahannya adalah bagaimana anggaran itu dibelanjakan dan pertanggungjawaban serta transparansinya itu masih tidak jelas hingga hari ini. Apakah dana-dana yang dikeluarkan itu untuk membeli alat-alat yang baik, yang proper dalam organisasi angkatan pertahanan kita, atau kepolisian kita, atau malah itu menjadi alat untuk memukul rakyatnya sendiri," ujarnya.
Tak hanya itu, program bantuan modal koperasi sebesar Rp 3 miliar per unit untuk 80 ribu koperasi juga dipertanyakan efektivitasnya. Sementara itu, anggaran gaji dan tunjangan DPR melonjak signifikan dari Rp 6,6 triliun pada 2025 menjadi Rp 9,9 triliun pada RAPBN 2026.
"Satu anggota DPR per bulan itu menguasai atau mendapatkan Rp1,4 miliar per orangnya, di mana kalau gajinya ada Rp100 juta per bulan per orang, itu artinya ada Rp1,3 miliar untuk aktivitas lain yang untuk setiap satu anggota DPR," ujarnya.
Sementara anggaran untuk transfer ke daerah justru dipangkas. Dalam RAPBN 2026, anggaran ke daerah turun Rp 269 triliun dari APBN 2025 lalu sebesar Rp 919 triliun. Akibatnya, dengan kapasitas fiskal yang terbatas di daerah, mau nggak mau pilihannya misalnya pemerintah daerah menaikkan PBB dan menjadi beban tambahan bagi masyarakat.
Ketimpangan dalam anggaran tersebut menurut Deni juga menjadi salah satu faktor pendorong aksi demonstrasi yang berlangsung beberapa hari ke belakang. Menurutnya, demonstrasi menjadi bentuk penolakan atas ketimpangan yang dirasakan oleh masyarakat melalui keputusan-keputusan pemerintah dalam mengelola anggaran negara.
"Singkatnya, protes-protes ini merupakan akumulasi keresahan atas kesulitan hidup yang kian mencekik dan kekecewaan atas negara yang hari ini terasa kian abai. Rakyat merasa dikhianati karena elit politik tampil arogan dan tidak peka," ujarnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: PM Inggris Keir Starmer Bakal PHK 2.100 PNS Dalam 2 Tahun