Center for Strategic and International Studies (CSIS) menilai situasi yang terjadi belakangan ini, termasuk aksi demonstrasi, dipicu oleh sejumlah persoalan mendasar pada aspek kemasyarakatan, terutama di bidang sosial ekonomi.
Executive Director (CSIS) Yose Rizal Damuri menyebut permasalahan dari sisi sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat berakar dari beban perekonomian yang meningkat, sedangkan kemampuan ekonomi masyarakat semakin lemah.
“Kita melihat bagaimana makin besarnya beban perekonomian yang semakin terus-menerus meningkat. Sementara kemampuan ekonomi masyarakat kita lihat juga semakin melemah, ungkapnya dalam Woke up call dari Jalanan: Ujian Demokrasi dan Ekonomi Kita yang ditayangkan melalui Youtube CSIS Indonesia, Selasa (2/9).
Lebih lanjut, Yose menyebut berbagai kebijakan populer dari administrasi Presiden Prabowo yang dijalankan tahun pertama jabatannya, belum menggerakkan perekonomian masyarakat secara merata. Termasuk program prioritasnya seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Padahal berbagai program-program tersebut sudah mengalihkan sumber daya negara dari berbagai pos-pos yang lainnya,” ungkapnya.
Selain itu, Yose juga menyebut adanya kesenjangan yang semakin besar antara proses politik formal dengan aspirasi masyarakat. Menurutnya, proses politik yang ada saat ini tidak mampu menangkap aspirasi dari masyarakat dan membawanya menuju kepada diskursus dan kebijakan yang lebih tepat.
Sementara itu, Peneliti di Departemen Ekonomi CSIS, Deni Firawan, menilai gelombang demonstrasi di wilayah Indonesia berakar dari kontradiksi kebijakan pemerintah ke masyarakat yang menyebabkan krisis kepercayaan kepada pemerintah.
“Rakyat diminta membayar pajak, membayar iuran, dan menerima efisiensi yang dilakukan oleh pemerintah. Tapi sementara, di sisi lain, pemerintah tampak boros menambah jumlah kementerian dan lembaga, membiarkan rangkap jabatan di BUMN, serta menaikkan gaji dan tunjangan pejabat dan anggota DPR,” kata Deni.
Deni juga menyoroti adanya cerminan ketimpangan dan beban ekonomi yang semakin berat. Ia menyebut ekonomi Indonesia tumbuh cukup stabil di kisaran 5 persen, namun distribusinya makin timpang.
Tingkat kemiskinan di Indonesia juga mengalami penurunan persentase, namun kelas tingkat menengah juga mengalami penurunan. Ia menambahkan, sebagian besar rakyat Indonesia walaupun dia tidak miskin, dia hanya ada di batas atas sedikit dari garis kemiskinan.
“Jadi ketika ada shock atau ada inflasi yang sedikit saja naik, dia akan jatuh menjadi miskin. Itu padahal kita menggunakan dasar perhitungan garis kemiskinan yang sangat rendah,” ungkapnya.
Selain itu, adanya permasalahan pada tingkat pengangguran di Indonesia. Menurutnya, tingkat pengangguran di Indonesia secara umum memang rendah, tapi jumlahnya meningkat dan PHK terjadi di mana-mana.
“Yang jadi permasalahan di Indonesia, sebenarnya bukan sekadar bahwa orang itu bekerja atau tidak bekerja. Permasalahannya hari ini, pekerjaan yang berkualitas atau menghasilkan penghasilan yang layak, itu sangat terbatas,” ungkapnya.
Di sisi lain, arah belanja negara menunjukkan tingkat belanja bantuan dan perlindungan sosial itu terus mengecil. Sementara itu program prioritas pemerintah, dan dampaknya hingga saat ini itu masih tidak efektif atau tidak mendesak tetap dijalankan.
Anggaran tersebut meliputi program MBG yang meningkat menc...