REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Muhammad Chatib Basri menekankan pentingnya menciptakan iklim investasi yang kondusif sebagai kunci utama untuk menarik minat investor menanamkan modal di Indonesia. Hal itu ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam forum Indonesia–Japan Executive Dialogue 2025 di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (6/8/2025).
"Tanpa iklim investasi yang baik, maka investor tidak akan datang ke Indonesia walaupun ada perbedaan tarif," ujar Chatib Basri yang juga merupakan ekonom Universitas Indonesia (UI), dikutip Kamis (7/8/2025).
Dalam forum tersebut, ia sempat berkelakar bahwa salah satu alasan orang Indonesia menjadi religius adalah karena sering berurusan dengan pemerintah, yang menurutnya penuh dengan ketidakpastian. Ia mengingatkan, hal tersebut bukan tanpa dasar. Chatib Basri pernah menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan menyaksikan langsung bagaimana proses perizinan yang berbelit-belit dan memakan waktu lama.
“Dulu itu proses investasi diajukan ke BKPM. Ini saya ngomong karena saya pernah jadi kepala BKPM. Kemudian dari BKPM itu dibawa lagi ke kementerian. Di kementerian ini bisa sebulan, dua bulan, tiga bulan, atau bahkan bisa tahunan,” ujarnya.
Namun, saat ini, pemerintah telah menerbitkan regulasi baru sebagai solusi atas persoalan tersebut. Chatib mendorong para pelaku usaha untuk berkonsultasi langsung ke Kementerian Investasi guna mendapatkan informasi terkait regulasi terbaru tersebut.
Sebelumnya, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Rosan Roeslani, menyampaikan bahwa pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR), yang menggantikan PP 5/2021.
Regulasi ini bertujuan meningkatkan kepastian hukum dan kecepatan layanan perizinan usaha sebagai bagian dari reformasi ekosistem investasi nasional.
“Alhamdulillah, sudah keluar PP-nya, yang tadinya PP Nomor 5 diubah menjadi PP Nomor 28 Tahun 2025, yang memberikan kepastian dari segi perizinan karena ini melibatkan lebih dari 18 kementerian dan badan,” kata Rosan dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, dikutip Rabu (6/8/2025).
Rosan mencontohkan bahwa sebelumnya, meskipun sudah ada kesepakatan durasi proses perizinan antarinstansi, sering kali pelaksanaannya tidak sesuai dengan batas waktu karena kesibukan masing-masing kementerian/lembaga. Hal ini berujung pada perlambatan penerbitan regulasi dan berdampak pada iklim investasi.
Dengan hadirnya PP Nomor 28 Tahun 2025, pemerintah memperkenalkan kebijakan fiktif-positif. Artinya, apabila dalam waktu yang telah ditentukan, misalnya 10 hari kerja, tidak ada tanggapan dari instansi terkait, maka Kementerian Investasi dapat mengeluarkan izin secara otomatis.
“Inisiatif ini disambut positif oleh para investor. Selama ini kami banyak menerima masukan saat menjalin komunikasi, dan dari situ kami tahu kebutuhan mendasar mereka,” ujar Rosan.
Ia menambahkan bahwa sistem pelayanan ini mengusung prinsip service level agreement (SLA), di mana setiap tahap proses perizinan diberikan batas waktu. Jika tidak ada respons hingga tenggat waktu habis, maka sistem online single submission (OSS) akan menerbitkan izin secara otomatis.