Lampung Geh, Lampung Timur – Ratusan masyarakat dari berbagai daerah di Sumatera menghadiri Temu Rakyat Sumatera di Desa Sripendowo, Kecamatan Bandar Sribowono, Kabupaten Lampung Timur, pada Sabtu-Minggu, 6-7 September 2025.
Kegiatan ini menjadi ruang konsolidasi rakyat untuk memperjuangkan hak atas tanah dan menyoroti praktik perampasan ruang hidup yang marak terjadi di berbagai daerah. Ketua panitia lokal, Suparjo (43) mengatakan, acara ini mendapat sambutan positif dari masyarakat sekitar. “Warga bersama panitia dan petani saling bekerja sama, meski masih ada kekurangan. Harapannya kegiatan ini bisa menyuarakan perjuangan masyarakat agar pemerintah mendengar dan menumpas mafia tanah,” ujarnya. Suparjo menegaskan, perjuangan masyarakat Sripendowo sudah berlangsung lebih dari tiga tahun terakhir, menyusul adanya dugaan penerbitan sertifikat tanah oleh oknum sehingga warga kehilangan hak mereka. “Ini murni perjuangan masyarakat, tidak ada kepentingan politik. Dari awal kami hanya ingin memperjuangkan hak atas tanah,” tegasnya. Suparjo menambahkan, acara ini sudah direncanakan sejak April 2025 bersama masyarakat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), dan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), namun baru terlaksana sekarang karena berbagai kendala teknis. “Kebetulan momennya berdekatan dengan banyak aksi unjuk rasa. Tapi kegiatan ini tidak ada kaitannya dengan politik. Ini murni suara rakyat,” katanya.
Sementara itu, LBH Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas menjelaskan, enam isu utama yang diangkat dalam Temu Rakyat ini tambang, infrastruktur dan proyek strategis nasional, pesisir dan pulau-pulau kecil, kawasan hutan, perkebunan, hingga energi dan isu paling utama perampasan ruang hidup “Perampasan ruang hidup terjadi ketika kebijakan negara justru menghancurkan sumber penghidupan rakyat, seperti tanah, laut, hutan, atau lingkungan sekitar PLTU yang tercemar,” jelasnya. Menurut Prabowo, akar persoalan konflik agraria di Sumatera berasal dari kebijakan negara yang lebih berpihak pada pemilik modal. Regulasi seperti Omnibus Law dan revisi UU TNI dinilai memperluas kewenangan negara sekaligus mempermudah korporasi menguasai lahan. “Kebijakan ini memberi karpet merah bagi oligarki. Akibatnya rakyat kehilangan tanah, nelayan kehilangan laut, dan masyarakat sekitar PLTU kehilangan lingkungan yang sehat,” ujarnya. Prabowo menekankan pentingnya persatuan gerakan lintas sektor, sebab selama ini masyarakat hanya berfokus pada kasus masing-masing. “Dari konflik perkebunan, energi, hingga proyek strategis nasional, akarnya sama komitmen negara yang tidak berpihak. Karena itu, gerakan bersama sangat penting agar ada kesamaan narasi dan upaya,” pungkasnya. LBH mencatat konflik ruang hidup di Sumatera cukup tinggi, mulai dari ekspansi perkebunan sawit dan tebu, pembangunan bendungan, hingga PLTU yang seharusnya sudah pensiun dini. Dalam hal ini, hadir perwakilan masyarakat dari sembilan provinsi di Sumatera. “Dampaknya tidak hanya ekonomi, tapi juga sosial dan lingkungan. Petani kehilangan lahan, nelayan kehilangan laut, anak-anak terabaikan pendidikannya, hingga muncul gelombang migrasi pekerja. Karena itu negara harus hadir dan berpihak pada rakyat,” jelasnya. Sebagai langkah tindak lanjut, pada Temu Rakyat Sumatera disepakati pembentukan wadah bersama untuk menjadi ruang aman, strategis, sekaligus penghubung antar daerah dalam advokasi agraria. “Harapannya, suara konflik di satu daerah bisa menjadi perhatian seluruh rakyat Sumatera, dan negara mau mendengar,” ujarnya. Tidak hanya di Lampung Timur, acara puncak Temu Rakyat Sumatera akan diselenggarakan di Tugu Adipura, Senin (8/9), dengan membawakan hasil dari temu mereka. (Taufik/Ansa)