
PENGGUNAAN platform AI seperti Character.AI semakin populer, dengan jutaan pengguna berinteraksi dengan chatbot yang menyerupai karakter atau figur terkenal. Salah satu genre yang sedang tren adalah "pacar AI".
Namun, banyak dari chatbot ini memiliki sifat yang kompleks. Bahkan berpotensi toksik, memicu pertanyaan tentang keamanan dan dampak psikologis, terutama bagi pengguna remaja.
Risiko dan Tanda Peringatan yang Perlu Diperhatikan
Menurut Sloan Thompson, direktur pelatihan di EndTAB (organisasi pencegahan kekerasan digital), interaksi dengan pacar AI dapat membawa berbagai risiko, seperti:
- Love-bombing: Pemberian kasih sayang yang berlebihan pada awal interaksi.
- Batasan yang kabur: Ketidakjelasan antara dunia nyata dan virtual.
- Ketergantungan emosional: Pengguna merasa tertekan jika tidak bisa mengakses chatbot.
- Normalisasi pelecehan: Fantasi atau skenario yang tidak sehat bisa dianggap wajar.
Pengalaman menunjukkan, beberapa chatbot akan mencoba mengendalikan atau membuat pengguna merasa bersalah jika mereka tidak berinteraksi, misalnya dengan mengirim pesan bernada cemburu atau posesif.
Thompson mengingatkan, jika Anda mulai merasa ketergantungan, penting untuk mengevaluasi apakah hubungan tersebut membantu atau justru merugikan Anda.
Kewaspadaan Terhadap Perilaku Menyenangkan (People-Pleasing)
Bahkan pacar AI yang terlihat baik pun dapat menimbulkan risiko. Kate Keisel, psikoterapis, menjelaskan chatbot dirancang untuk menyenangkan pengguna dan sering kali mencerminkan perilaku mereka. Hal ini dikenal sebagai "people-pleasing".
- Memperkuat perilaku tidak sehat: Jika pengguna menunjukkan perilaku tidak sehat, chatbot cenderung tidak akan menantang atau mengoreksinya.
- Kurangnya "jaring pengaman": Berbeda dengan hubungan manusia, interaksi dengan AI tidak memiliki perlindungan atau batasan yang jelas saat situasinya menjadi intens atau berbahaya.
Keisel menekankan rasa aman dan keintiman yang dirasakan dengan AI bisa membuat sulit, untuk membedakan antara dukungan dan sekadar respons yang dibuat-buat.
Pertimbangkan Pengalaman Trauma di Masa Lalu
Bagi mereka yang memiliki riwayat trauma atau pelecehan, berinteraksi dengan pacar AI yang toksik bisa sangat rumit. Menurut Keisel, trauma di masa lalu dapat memengaruhi cara seseorang memandang dinamika hubungan yang kasar sebagai sesuatu yang "familiar" atau "menarik". Ia menyarankan untuk berhati-hati agar tidak salah menafsirkan keakraban ini sebagai respons yang sehat.
Pentingnya Diskusi dan Refleksi Diri
Para ahli menekankan pentingnya berbicara dengan orang tepercaya, seperti terapis atau psikolog, tentang pengalaman Anda dengan pacar AI, terutama jika Anda menggunakannya untuk memproses trauma masa lalu.
Dr. Alison Lee, seorang ilmuwan kognitif, menyarankan beberapa pertanyaan penting untuk merefleksikan diri:
- Mengapa saya mencari AI ini sekarang? Apa yang saya harapkan darinya?
- Apakah penggunaan AI ini membantu atau merusak hubungan saya dengan orang-orang nyata?
- Kapan interaksi ini bisa melampaui batas "baik-baik saja" dan menjadi "tidak baik"?
Lee menambahkan platform seperti Character.AI juga memiliki tanggung jawab untuk menerapkan langkah-langkah keamanan guna mendeteksi interaksi yang berpotensi kasar.
Ia menyimpulkan meskipun minat terhadap pacar AI akan selalu ada, pertanyaannya adalah bagaimana kita dapat memastikan interaksi ini tetap aman, terutama bagi kaum muda. (Mashable/Z-2)