Jakarta, CNBC Indonesia - Kabinet keamanan Israel telah menyetujui rencana yang diusulkan oleh Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu agar militer Israel (IDF) mengambil alih kendali Kota Gaza. Pernyataan baru dirilis oleh kantor kepresidenan Israel, Jumat (8/8/2025).
Ini menjadi rencana baru Netanyahu, yang diklaimnya untuk "mengalahkan" Hamas. Dikatakan bahwa tentara Israel akan "bersiap untuk mengambil alih kendali Kota Gaza sambil mendistribusikan bantuan kemanusiaan kepada penduduk sipil di luar zona pertempuran".
"Mayoritas kabinet keamanan telah mengadopsi lima prinsip untuk mengakhiri perang: pelucutan senjata Hamas; pengembalian semua sandera-hidup dan mati; demiliterisasi Jalur Gaza; kontrol keamanan Israel di Jalur Gaza; pembentukan pemerintahan sipil alternatif yang bukan Hamas maupun Otoritas Palestina," tulis AFP menyadur pengumuman kantor Netanyahu.
"Mayoritas menteri kabinet keamanan meyakini bahwa rencana alternatif yang telah diajukan kepada kabinet keamanan tidak akan mencapai kekalahan Hamas maupun pengembalian para sandera," tambahnya.
"Media Israel melaporkan bahwa perluasan serangan Israel di Gaza dapat mengakibatkan pasukan darat beroperasi di daerah padat penduduk tempat para sandera diyakini ditawan."
Hal ini menjadi update baru dari rapat kabinet yang dilakukan Netanyahu Kamis. Kemarin dalam sebuah wawancara dengan televisi Amerika Serikat (AS), Fox News, Netanyahu juga sesumbar dengan keinginannya itu seraya berusaha menyakinkan bahwa Israel tak berniat memerintah Gaza.
Ia menambahkan bahwa Israel tidak ingin "mempertahankan" Jalur Gaza, yang diduduki Israel pada tahun 1967 tetapi telah menarik pasukan dan pemukimnya pada tahun 2005. Netanyahu mengatakan Israel menginginkan "perimeter keamanan" dan mengklaim akan menyerahkan wilayah Palestina kepada "pasukan Arab yang akan memerintah dengan benar tanpa mengancam kami dan memberikan kehidupan yang baik bagi warga Gaza."
"Itu tidak mungkin dilakukan dengan Hamas," tambahnya.
Sementara itu, rencana perluasan perang yang dilaporkan telah memicu kekhawatiran yang semakin besar di Israel tentang dampaknya bagi para sandera yang tersisa. Saat rapat kabinet dimulai, ratusan orang berunjuk rasa di dekat kantor perdana menteri di Yerusalem, menuntut kesepakatan untuk membebaskan para sandera.
"Satu-satunya cara untuk memulangkan para sandera adalah dengan menghentikan perang dan mengakhiri penderitaan," kata pengunjuk rasa Sharon Kangasa-Cohen.
"Para sandera dan semua yang hidup dalam konflik mengerikan ini," tambahnya.
Hampir dua tahun perang di Gaza, Netanyahu menghadapi tekanan yang semakin besar baik di dalam maupun luar negeri, untuk mencapai gencatan senjata guna menyelamatkan lebih dari dua juta penduduk wilayah Palestina dari ambang kelaparan dan menyelamatkan sandera yang ditawan oleh militan Palestina.
Di sisi lain, kekhawatiran meningkat mengenai apa yang akan terjadi di Gaza jika Israel memperluas operasinya. Warga khawatir akan lebih banyak korban jiwa melayang.
"Operasi darat berarti lebih banyak kerusakan dan kematian," kata Ahmad Salem, 45 tahun.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 9 Update Gaza: Israel 'Kumat', China Turun Tangan-Rusia Ngamuk