
Belanda dan Jerman mengungkap bukti bahwa Rusia secara luas menggunakan senjata kimia terlarang dalam invasinya ke Ukraina.
Mengutip Reuters, dugaan itu mencakup penggunaan gas beracun seperti kloropikrin melalui drone untuk memaksa pasukan Ukraina keluar dari parit agar bisa diserang, demikian pernyataan Menteri Pertahanan Belanda, Ruben Brekelmans, pada Jumat (4/7).
“Kami dapat mengonfirmasi bahwa Rusia semakin intensif menggunakan senjata kimia. Ini menjadi tren yang mengkhawatirkan karena praktik ini makin lama makin dinormalisasi dan dilembagakan,” kata Brekelmans kepada Reuters.
Temuan ini merupakan hasil penyelidikan bersama badan intelijen militer dan umum Belanda (MIVD) serta badan intelijen luar negeri Jerman (BND). BND menyebut bahwa Rusia tidak hanya menggunakan gas air mata, tetapi juga zat kimia mematikan seperti kloropikrin, yang dilarang di bawah Konvensi Senjata Kimia.
Kepala MIVD, Peter Reesink, menyatakan bahwa temuan ini berasal dari observasi independen mereka sendiri.
“Ini bukan hanya eksperimen acak di garis depan. Ini adalah bagian dari program besar-besaran,” katanya.
Brekelmans menyebutkan bahwa setidaknya tiga kematian tentara Ukraina telah dikaitkan langsung dengan paparan senjata kimia, dan lebih dari 2.500 orang melaporkan gejala yang relevan ke otoritas kesehatan Ukraina. Reesink menambahkan, berdasarkan data Ukraina, terdapat sekitar 9.000 insiden penggunaan zat kimia di medan perang.
Brekelmans menekankan bahwa penggunaan senjata kimia oleh Rusia bukan hanya ancaman bagi Ukraina, tetapi juga bagi komunitas internasional. Ia menyerukan peningkatan sanksi terhadap Moskow dan menyarankan agar Rusia dikeluarkan dari keanggotaan Dewan Eksekutif Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW).
Adapun menurut Reesink, intelijen juga menemukan bukti bahwa Rusia meningkatkan produksi dan pengembangan senjata kimia, termasuk dengan merekrut ilmuwan serta memberi instruksi kepada pasukan tentang penggunaan agen beracun di medan perang.
“Rusia menggunakan kloropikrin dalam amunisi improvisasi seperti bohlam kosong dan botol yang dijatuhkan dari drone,” jelasnya.
“Kami juga menemukan bahwa gas air mata digunakan secara tidak sah dengan memodifikasi amunisi yang ada.”
Sampai saat ini, Organisasi Pelarangan Senjata Kimia yang berbasis di Den Haag belum memulai investigasi penuh karena belum ada permintaan resmi dari negara anggota. OPCW sebelumnya menyebut tuduhan dari Ukraina dan Rusia masih belum cukup dibuktikan.
Rusia sendiri belum menanggapi laporan terbaru ini. Namun sebelumnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menyatakan bahwa pihaknya menemukan persenjataan Ukraina yang berisi kloropikrin di wilayah timur. Ukraina telah membantah tuduhan itu secara konsisten.
Jika tren ini tidak dipublikasikan dan ditekan secara internasional, Reesink khawatir penggunaannya akan terus berlanjut.
“Kemungkinan besar penggunaan senjata kimia ini akan terus berlanjut,” tutupnya.