
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 ada di 4,87 persen, menurut World Bank atau Bank Dunia angka ini masih lebih baik dibanding beberapa negara Asia dan Pasifik lain. Meski begitu, bukan berarti Indonesia kebal terhadap ketidakpastian global.
Country Director World Bank for Indonesia and Timor, Carolyn Turk, menjelaskan Indonesia harus realistis meskipun Indonesia memiliki kebijakan makroekonomi yang hati-hati.
“Bukan berarti Indonesia kebal terhadap tekanan eksternal seperti ketidakpastian global. Ketidakpastian ini diperkirakan akan terus memberikan risiko penurunan yang signifikan dan dapat menghambat upaya pembangunan negara-negara, termasuk Indonesia,” kata Carolyn dalam Peluncuran Indonesia Economic Prospects edisi Juni 2025 dari Bank Dunia di Energy Building, Jakarta Selatan pada Senin (23/6).
Menurutnya, Indonesia juga perlu memastikan respons terbaik terhadap ketidakpastian global. Meski begitu menurut Carolyn, ekonomi Indonesia memang masih lebih baik dibanding negara Asia Timur dan Pasifik lainnya.
“Tingkat pertumbuhan ini masih melampaui rata-rata pertumbuhan negara berpenghasilan menengah dan rata-rata kawasan Asia Timur dan Pasifik secara umum,” katanya.
“Pertumbuhan yang tangguh ini juga didorong oleh indikator-indikator makroekonomi yang positif. Inflasi yang rendah serta cadangan keuangan yang memadai turut berkontribusi pada ketahanan ekonomi Indonesia. Ini adalah bukti dari pengelolaan makroekonomi yang bijak oleh otoritas fiskal dan moneter Indonesia,” lanjutnya.
Terkait proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, Carolyn memproyeksi pertumbuhan 2,3 persen untuk 2025 dan 2,4 persen untuk 2026. Beberapa penyebab ketidakpastian global menurut Carolyn adalah ketegangan perdagangan, ketidakpastian kebijakan global, serta risiko geopolitik yang meningkat dalam beberapa hari terakhir.
Bagi negara-negara berkembang kata Carolyn, prospek pertumbuhan ekonomi global yang lemah ini membatasi kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan ekstrem.
“Hal ini terjadi karena penurunan nilai tukar perdagangan (terms of trade), investasi langsung asing yang melemah, arus modal yang menjadi lebih volatil, dan tekanan yang meningkat terhadap stabilitas makroekonomi secara keseluruhan,” lanjutnya.
Bisa Manfaatkan Program 3 Juta Rumah
Meski dihadapi tantangan, menurut Carolyn Indonesia bisa memanfaatkan program 3 juta rumah sebagai salah satu mesin pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi ini. Hal ini karena sektor perumahan memiliki sumbangsih yang cukup besar terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Sektor ini menyumbang 10 persen terhadap PDB Indonesia dan menyediakan 7 persen dari total lapangan kerja,” kata Carolyn.
Maka dari itu untuk mencapai target program tersebut menurut Carolyn pemerintah perlu berperan sebagai penyedia sekaligus fasilitator perumahan. Ia juga menyebut pemerintah perlu merumuskan kebijakan dan investasi yang dirancang untuk memaksimalkan setiap rupiah untuk mendukung tercapainya target perumahan.
“Artinya, perlu dilakukan reformasi regulasi perumahan, percepatan program perumahan yang dibiayai negara, dan penciptaan iklim yang mendukung agar investasi swasta dapat masuk,” ujarnya.