
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyatakan keberatan atas kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang memblokir rekening tidak aktif selama tiga bulan atau rekening dormant.
Ketua BPKN, Mufti Mubarok, menilai kebijakan tersebut berpotensi merugikan hak-hak konsumen di sektor jasa keuangan, serta tidak sejalan dengan prinsip perlindungan yang diatur dalam perundang-undangan.
“BPKN menolak kebijakan pemblokiran rekening yang tidak aktif selama 3 bulan. Kebijakan ini sangat rentan menimbulkan kerugian konsumen dan bertentangan dengan asas kepastian hukum dan perlindungan konsumen sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” kata Mufti melalui keterangan tertulis, dikutip Kamis (31/7).
Dia mengutip Pasal 4 dalam UU Perlindungan Konsumen, yang menjamin hak atas kenyamanan dan keamanan, pilihan layanan sesuai nilai tukar dan kondisi, serta hak atas informasi yang jelas.
Menurut Mufti, kebijakan pemblokiran sepihak tanpa notifikasi kepada nasabah bertentangan dengan asas transparansi dan akuntabilitas yang seharusnya dijunjung oleh lembaga keuangan.
“Tidak adanya notifikasi atau pemberitahuan resmi kepada nasabah sebelum pemblokiran dilakukan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak konsumen atas informasi dan kepastian layanan,” ujar Mufti.
Selain aspek perlindungan konsumen, Mufti menyinggung potensi pelanggaran terhadap UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam Pasal 29 ayat (2), disebutkan bahwa bank wajib menjaga kerahasiaan nasabah dan memberikan layanan secara adil serta proporsional.

BPKN juga menilai kebijakan ini berisiko disalahgunakan karena lemahnya sistem pengawasan dalam pelaksanaannya. Selain itu, tindakan pemblokiran rekening tanpa pemberitahuan, klarifikasi, maupun konfirmasi kepada pemilik rekening dinilai bertentangan dengan prinsip legalitas dan kehati-hatian (prudential principle) yang seharusnya diterapkan dalam industri keuangan.
“Konsumen memiliki hak untuk diberitahu secara resmi dan diberi waktu yang cukup untuk mengaktifkan kembali rekening mereka. Tidak semua rekening yang tidak aktif adalah rekening mencurigakan. Banyak masyarakat yang menyimpan dana untuk kebutuhan jangka panjang atau tabungan darurat,” tambahnya.
BPKN mendesak PPATK bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) meninjau ulang kebijakan tersebut. Menurut Mufti, penyesuaian aturan dibutuhkan agar tidak mengabaikan hak konsumen.
“Kami meminta kebijakan ini ditangguhkan, atau bahkan dicabut, sampai ada mekanisme yang jelas, transparan, dan tidak merugikan konsumen,” tutur Mufti.
BPKN berencana menyampaikan nota keberatan resmi kepada PPATK, sekaligus mengajukan permintaan audiensi lintas otoritas untuk membahas lebih lanjut dampak kebijakan ini serta pentingnya edukasi prosedur penonaktifan rekening yang aman serta adil.