PULUHAN ribu warga Kabupaten Pati menuntut pemakzulan Bupati Pati, Sudewo. Mereka meradang setelah Sudewo menantang warga yang protes dengan rencana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen.
Sudewo akhirnya membatalkan rencana itu. Namun, warga masyarakat telanjur marah dengan sikap Sudewo yang dianggap arogan. Puncaknya, pada 13 Agustus 2025, puluhan ribu masyarakat Pati berunjuk rasa di depan Kantor Sudewo. "Lengserkan Sudewo," kata Teguh Istiyanto, salah satu koordinator Aliansi Masyarakat Pati Bersatu.
Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata "pemakzulan" berasal dari kata dasar "makzul" yang berarti berhenti memegang jabatan atau turun takhta. Bentuk kata kerjanya, memakzulkan, bermakna membuat seseorang menjadi makzul, yakni menurunkan dari takhta atau memberhentikan dari jabatan. Sementara itu, pemakzulan sebagai kata benda mengacu pada proses, cara, atau perbuatan memakzulkan.
Undang-undang memperbolehkan pemakzulan seorang kepala daerah atau wakil kepala daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, ada sejumlah alasan untuk memberhentikan seorang kepala daerah atau wakil kepala daerah. Pasal 78 ayat 1 dalam undang-undang itu disebutkan, seorang kepala daerah dan/atau wakilnya berhenti dari jabatan karena tiga alasan utama yakni meninggal dunia, permintaan sendiri atau mengundurkan diri, dan diberhentikan.
Pasal 78 ayat 2 merincikan lebih lanjut sejumlah kondisi yang dapat menyebabkan seorang kepala daerah diberhentikan, yaitu:
- Berakhir masa jabatannya.
- Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap selama enam bulan berturut-turut.
- Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan.
- Tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala daerah.
- Melanggar larangan yang diatur dalam Pasal 76 ayat 1, kecuali beberapa poin tertentu
- Melakukan perbuatan tercela, yang dalam penjelasan undang-undang dicontohkan antara lain berjudi, mabuk, menggunakan atau mengedarkan narkoba, dan berzina.
- Diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang dirangkap oleh peraturan perundang-undangan.
- Menggunakan dokumen atau keterangan palsu sebagai syarat pencalonan, berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang.
- Mendapatkan sanksi pemberhentian.
Untuk pemberhentian yang disebabkan oleh pelanggaran sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban, melanggar larangan, atau melakukan perbuatan tercela, prosesnya diatur dalam Pasal 80.
Proses tersebut harus melalui beberapa tahapan, yaitu:
- Usulan pemberhentian harus diputuskan melalui Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri minimal 3/4 dari total anggota, dan disetujui oleh minimal 2/3 dari anggota yang hadir.
- Pendapat DPRD tersebut kemudian diajukan ke Mahkamah Agung (MA) untuk diperiksa dan diputus. MA memiliki waktu paling lambat 30 hari untuk mengeluarkan putusan yang bersifat final.
- Jika MA memutuskan kepala daerah terbukti bersalah, pimpinan DPRD menyampaikan usul pemberhentian kepada Presiden untuk gubernur, atau kepada Menteri Dalam Negeri untuk bupati/wali kota.
Undang-undang ini juga mengatur mekanisme pemberhentian jika seorang kepala daerah terlibat kasus hukum serius, sebagaimana diatur dalam Pasal 83:
- Seorang kepala daerah diberhentikan sementara tanpa usulan DPRD jika didakwa melakukan tindak pidana yang diancam hukuman penjara minimal lima tahun, korupsi, terorisme, makar, atau kejahatan terhadap keamanan negara.
- Kepala daerah akan diberhentikan secara tetap tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana tersebut berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Opsi-opsi Memakzulkan Bupati Pati Secara Konstitusional