PIDATO kenegaraan Presiden Prabowo Subianto yang mengklaim tingkat pengangguran semasa pemerintahannya terkecil sejak krisis 1998, keraguan wakil ketua Majelis Ulama Indonesia soal janji supremasi hukum Prabowo, hingga respons istri Munir terhadap penulisan ulang sejarah menjadi berita terpopuler nasional Tempo pada Jumat, 15 Agustus 2025, hingga pagi ini.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Berikut rangkuman tiga berita terpopuler kanal nasional Tempo yang dihimpun hari ini.
1. Prabowo Klaim Pengangguran Terendah Sejak 1998
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato kenegaraan pertamanya sejak dilantik dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) serta Sidang Bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Jumat, 15 Agustus 2025.
Dalam pidatonya, Prabowo menyampaikan banyak klaim. Salah satunya mengatakan tingkat pengangguran di Indonesia mencapai level terendah sejak krisis moneter 1998.
“Alhamdulillah, hari ini tingkat pengangguran nasional berhasil turun ke level terendah sejak krisis 1998,” kata Prabowo di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Mengacu pada hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2025 sebesar 4,76 persen. Angka itu turun 0,06 persen poin dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
“Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat lima orang penganggur dari 100 orang angkatan kerja,” tulis BPS dalam Berita Resmi Statistik Nomor 44/05/Th. XXVIII tentang Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2025.
Dikutip daei data BPS, TPT pada 1998 mencapai 5,46 persen, lalu melejit hingga 6,36 persen pada 1999. Memasuki tahun 2000, TPT nasional berada di level 6,08 persen, dan kembali melonjak drastis menjadi 8,10 persen pada 2001.
Pada 2002, tingkat pengangguran terbuka tembus 9,06 persen. Setahun berikutnya atau pada 2003, TPT di Indonesia sebesar 9,67 persen. Lalu pada 2004, semakin meningkat menjadi 9,86 persen.
TPT pada Februari 2005 mencapai 10,3 persen, dan meningkat menjadi 10,45 persen pada Februari 2006. Kemudian, TPT pada periode Februari 2007 sebesar 9,75 persen, turun menjadi 8,46 persen pada Februari 2008, kembali berkurang menjadi 8,14 persen pada Februari 2009, dan 7,41 persen pada Februari 2010.
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Qisha Quarina menjelaskan ihwal penurunan TPT pada Februari 2025. Menurut dia, penurunan itu tidak serta-merta menandakan bahwa kondisi pasar tenaga kerja benar-benar membaik.
“Meskipun data menunjukkan tingkat pengangguran terbuka menurun, tetapi jumlah pengangguran secara absolut justru mengalami peningkatan (dari 7,2 juta orang pada Februari 2024 menjadi 7,28 juta orang pada Februari 2025),” ucap Qisha dalam keterangan tertulis di FEB UGM, Yogyakarta, Senin, 28 Juli 2025.
Dia menjelaskan bahwa hal itu terjadi lantaran jumlah penduduk yang bekerja bertambah lebih cepat daripada jumlah penganggur. Artinya, TPT memang menurun, lanjut dia, tetapi jumlah orang yang menganggur tetap bertambah.
Menurut dia, kondisi tersebut menjadi contoh bagaimana data statistik dapat menimbulkan kesan yang menyesatkan bila tidak dipahami secara utuh. Dia menyebut isu ketenagakerjaan bukan hanya terkait pengangguran, tetapi pekerjaan yang layak juga harus menjadi perhatian. “Masalah utama kita bukan hanya soal ada kerja atau tidak, tetapi juga soal pekerjaan yang layak,” ujar Qisha.
Berdasarkan data BPS, TPT pada Februari 2025 adalah yang terendah sejak krisis moneter 1998. Namun, di sisi lain, tingkat pengangguran di Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara.
Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), dari enam negara ASEAN, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi pada April 2025, yaitu mencapai 5 persen. Kemudian, disusul oleh Filipina (4,5 persen), Malaysia (3,2 persen), Singapura (2 persen), Vietnam (2 persen), dan Thailand (1 persen).
2. Wakil Ketua MUI Ragukan Supremasi Hukum
Janji Prabowo Subianto untuk mewujudkan supremasi hukum di Indonesia diragukan Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas.
Dalam pidato di Sidang Tahunan MPR, Prabowo Subianto memperingatkan partai-partai koalisi pemerintah hingga aparat TNI-Polri tidak merasa kebal hukum dan bisa seenaknya melakukan sesuatu. Ia juga mengancam akan menindak aparat yang menjadi beking tambang ilegal.
Anwar Abbas mengapresiasi sikap Prabowo yang ingin hukum berlaku adil untuk semua. Namun ia menilai keinginan Prabowo itu masih merupakan angan-angan. Menurut Anwar, perbaikan hukum selama masa sepuluh bulan Prabowo menjabat belum maksimal.
"Memang sudah ada kemajuan, tapi saya lihat banyak orang menilai masih jauh panggang dari api," kata Anwar dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 15 Agustus 2025.
Kenyataannya, kata Anwar, masih banyak orang yang belum bisa mendapatkan keadilan di negeri ini. Maka dari itu, dia berharap Prabowo mempertajam penglihatan dan pendengarannya untuk mengetahui kondisi rakyat.
Menurut Anwar, selama ini hukum di Indonesia cenderung dianggap tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Selain itu, ucapnya, penegakkan hukum di tanah air juga terasa tajam kepada lawan dan tumpul kepada kawan.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini berpendapat, pernyataan Prabowo yang menyatakan tidak ingin melindungi pelanggar hukum akan menjadi pegangan bagi masyarakat Indonesia. Dia berharap seluruh masyarakat bisa ikut serta mengawal janji Prabowo itu. "Karena kalau tidak, maka apa yang disampaikan oleh Prabowo tersebut hanya akan berhenti pada kata-kata," tuturnya.
Dalam pidato di Sidang Tahunan MPR, Prabowo Subianto memperingatkan partai-partai koalisi pemerintah tidak merasa kebal hukum dan bisa seenaknya melakukan sesuatu. “Tidak boleh ada yang merasa lebih kuat dari hukum dan tidak bisa diatur,” ujar Prabowo saat memberikan pidato kenegaraan dalam Sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Gedung Nusantara, Jakarta, Jumat, 15 Agustus 2025.
Selain itu, Prabowo juga menyebut akan menindak para jenderal yang melanggar hukum, baik dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri) atau Tentara Nasional Indonesia (TNI). Secara khusus, Prabowo menyoroti praktik aparat yang membekingi tambang ilegal.
"Saya beri, peringatan apakah ada orang-orang besar, orang-orang kuat, jenderal-jenderal dari mana pun, apakah jenderal dari TNI, atau jenderal dari polisi, atau mantan jenderal, tidak ada alasan. Kami akan bertindak atas nama rakyat," kata Prabowo.
3. Istri Munir Respons Proyek Penulisan Ulang Sejarah
Aktivis Hak Asasi Manusia, Suciwati, mengkritik upaya penulisan ulang sejarah nasional karena hanya menghadirkan kebohongan, terutama mengenai kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia.
Istri almarhum Munir Said Thalib itu menilai penulisan ulang sejarah hanya melegitimasi upaya untuk menutup-nutupi kebobrokan rezim masa lalu, serta menggiring narasi positif terhadap rezim yang eksis saat ini.
“Karena kami melihat kecenderungan dari penulisan sejarah ini hanya cuci bersih dari dosa-dosanya Prabowo,” kata Suciwati saat ditemui di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, pada Jumat, 15 Agustus 2025.
Menurut dia, pemimpin negara yang silih berganti hanya menuliskan kebohongan tentang kasus-kasus pelanggaran HAM. Pemimpin yang silih berganti itu, kata dia, terus berjanji untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, tetapi tidak pernah direalisasikan. Hal itu memperkuat anggapannya bahwa kasus pelanggaran HAM tidak pernah ditangani secara serius.
“Bahkan terhadap kasus Munir, sudah berapa kali presiden berjanji? Kami lihat itu juga hanya kebohongan. Kami mau berharap apa?” kata dia.
Suciwati menilai penulisan sejarah seharusnya tidak dilakukan oleh penguasa, melainkan orang-orang yang kompeten dan independen. Ia mengatakan penulisan sejarah tidak boleh hanya menonjolkan sisi positif pemerintah dan menghilangkan kesalahan-kesalahan mereka, termasuk terjadinya pelanggaran HAM berat pada warga negara.
Ia mengatakan penulisan ulang sejarah oleh rezim hanya akan meniadakan kejahatan kemanusiaan dan mengingkari para korban.
“Selama ini yang dilakukan oleh mereka (rezim) hanya mengingkari korban, bahwa kejahatan kemanusiaan dibuat seolah-olah tidak ada,” ujar Suciwati.
Dia berpendapat upaya penulisan ulang sejarah ini harus melibatkan rakyat agar korban pelanggaran HAM berat tidak terabaikan. Suciwati mengatakan para korban pelanggaran HAM itu telah mulai menuliskan kisah mereka sendiri sebagai bentuk perlawanan upaya peniadaan kejahatan HAM masa lalu.
“Jadi buat saya memang harus rakyat yang menuliskan, masyarakat yang harus menuliskan. Agar korban pelanggaran HAM itu tidak diabaikan, tidak dianggap, tidak ada cerita,” kata dia.
Pemerintah meluncurkan proyek penulisan ulang sejarah nasional Indonesia. Proyek ini dipimpin oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon. Ia mengatakan penyelesaian proyek ini dirancang untuk bertepatan dengan peringatan proklamasi kemerdekaan Indonesia ke-80 pada 17 Agustus 2025.