
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bicara soal transfer data pribadi menjadi bagian dari deal antara pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat. Hal ini terkait tarif 19 persen dari AS, sebelumnya 32 persen.
Airlangga menjelaskan, transfer data pribadi sebenarnya sudah menjadi hal yang dilakukan setiap hari. Misalnya saja saat mendaftar di Google hingga melakukan berbagai aktivitas lewat e-commerce.
"Kemudian kalau terkait dengan data pribadi itu sebetulnya beberapa data pribadi kan sebetulnya merupakan praktik dari masyarakat pada saat daftar di Google, di Bing, melakukan e-commerce, dan yang lain. Pada saat membuat email akun itu kan data upload sendiri dan data-data gini tentu ini data pribadi," kata Airlangga di kantornya, Kamis (24/7).
Ia menambahkan, kesepakatan ini justru menghadirkan pijakan hukum yang kuat di tengah kerja sama Indonesia dan Amerika Serikat. Dengan begitu, perlindungan data RI semakin terjaga.
"Dan bagi kesepakatan Indonesia dan Amerika adalah membuat protokol untuk itu jadi finalisasinya bagaimana ada pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur untuk data kelola lalu lintas data pribadi antar-negara ke cross border daripada data pribadi tersebut," jelas dia.
"Dan ini adalah menjadi dasar hukum yang kuat untuk perlindungan data pribadi warga negara Indonesia," tambah dia.
Politikus Partai Golkar memberi contoh lain. Proses transfer data pribadi dengan keamanan tinggi biasa dilakukan bila melakukan transaksi dengan kartu ATM dengan lebel tertentu.
"Jadi ini beberapa security yang dilakukan di sektor digital, dan tentu selama ini kalau bertransaksi menggunakan digital seperti Mastercard, Visa Card, itu data pun antara satu negara dan negara lain diperputarkan yang terkait juga dengan KYC, Know Your Customer," ungkap Airlangga.
Karena itu, kesepakatan ini bisa menjadi dasar hukum untuk melindungi data pribadi WNI. Ini juga sudah dilakukan di berbagai data center yang ada di Indonesia.
"Jangan sampai ada yang orang masuk misalnya ke data center tanpa izin kemudian mengambil server atau mengambil data. Demikian pula keamanan cable-nya sendiri cable-nya berada dalam standar tertentu sehingga orang gak bisa typing terhadap cable tersebut," ucap Airlangga.
"Jangan sampai yang di-blacklist enggak bisa ataupun ada fraud nah itu ada mekanismenya sendiri," sambungnya.

Sistem pembayaran saat ini juga terus ditingkatkan keamanannya. Misalnya saja dengan adanya sistem OTP (One Time Password).
"Dan inilah yang diperlukan protokol yang kuat untuk melindungi data dalam transaksi baik itu digunakan melalui cloud computing maupun ke depannya akan semakin banyak lagi penggunaan AI. Karena AI adalah data mining atau scrolling dari seluruh data-data yang ada di digital," tutur Airlangga.
"Nah kemudian data tersebut tentu terus diawasi oleh otoritas Indonesia yang juga berdasarkan kehati-hatian dan berdasarkan hukum nasional tentang perlindungan data pribadi. Pemerintah memastikan bahwa data ini dilakukan dalam kerangka yang secure, reliable dan data governance," sambungnya.
12 Perusahaan AS Dirikan Data Center
Ia menambahkan, untuk itu sudah 12 perusahaan Amerika Serikat mendirikan data center di Indonesia. Jadi mereka juga sudah comply dengan regulasi yang diminta oleh Indonesia.
Airlangga memberi sejumlah contoh, di antaranya, Amazon Web Services (AWS) di Jawa Barat; Microsoft, Equinix di Jakarta; Edge Connects di Jawa Barat.
"Oracle sedang bicara di Batam. Itu juga sekarang co-lokasi di day one tetapi mereka akan ekspansi yang mereplikasi yang ada di Johor. Jadi mereka menargetkan investasi bisa sampai dengan USD 6 miliar," katanya.
"Kemudian juga terkait dengan co-lokasi bersama digital infrastructure Google Cloud, dengan data center Wallrack di Jakarta, Cloudfair, Brace, Anaplan dan Unlimited ini seluruhnya bekerja sama dengan AWS,"
Reporter: Fariza Rizky Ananda