WN Arab Saudi, Hamad Saleh, diduga merupakan jaringan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Hamad menikahi seorang wanita asal Bogor, Alifah Futri, yang kini pernikahan mereka tengah digugat jaksa pengacara negara (JPN) agar dibatalkan.
Gugatan pembatalan pernikahan itu karena Alifah diduga mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
"Kami menduga ini sudah jaringan [TPPO]," kata Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Jakbar, Anggara Hendra Setya Ali, saat dihubungi, Jumat (15/8).
Dia menjelaskan dugaan itu muncul karena ada iming-iming yang ditawarkan saat sebelum pernikahan digelar. Janji itu disampaikan kepada ayah korban.
Namun pada nyatanya, janji tersebut tak pernah dipenuhi.
"Dijanjiinnya dapet umrah, dapat duit. Dia (ayah korban) cuma dapat cuma Rp 40 juta," beber Anggara.
Terlebih, Anggara melanjutkan, pihaknya menemukan adanya sejumlah dokumen palsu yang digunakan dalam proses pengurusan administrasi pernikahan.
"Semua pengantar-pengantar nikahnya palsu. Terus kemudian akadnya di Condet [Jakarta Timur] tiba-tiba kok buku nikahnya di KUA Cengkareng [Jakarta Barat]," jelas dia.
"Di KUA Cengkareng, kita cek saksinya yang tanda tangan A sama B, ternyata A sama B ini nggak ada," sambungnya.
Anggara menjelaskan pernikahan ini terjadi sekitar Agustus 2024 di kawasan Condet, Jakarta Timur. Saat itu ayah korban ditawari oleh temannya untuk menikahkan putrinya dengan seorang warga Saudi.
Korban merupakan anak pertama. Usianya saat itu masih 20 tahun dan belum memutuskan untuk melanjutkan kuliah.
Ayah korban setuju dengan tawaran temannya itu. Beberapa orang pun langsung datang untuk membahas lebih jauh terkait rencana pernikahan tersebut. Ada pula iming-iming yang disampaikan.
"Akhirnya katanya mau. Terus kemudian datanglah beberapa orang ke rumah. Akhirnya dijanjiinlah kalau mau nanti nikah nanti dikasih mobil, dikasih rumah, dikasih duit," ungkap Anggara.
Di hari yang sama, korban bersama ayahnya langsung dibawa ke suatu lokasi di kawasan Condet. Ternyata, di situ langsung digelar akad nikah.
Dua hari setelah menikah, korban bersama suaminya langsung mengurus surat-surat untuk keberangkatan ke Arab Saudi. Mereka pun langsung berangkat 5 hari setelahnya.
Selang hampir sebulan setelah itu, ayah korban tiba-tiba mendapat telepon yang membawa kabar buruk. Anaknya bercerita mendapat kekerasan dari suaminya.
"Nah, tiba-tiba 2 minggu atau 3 minggu kemudian dikabari anaknya telepon, katanya disiksa sama suaminya," beber Anggara.
Ayah korban pun melaporkan apa yang dialami anaknya itu ke Kemlu RI. KBRI Riyadh langsung menjemput korban dan menempatkannya di safe house.